Kamis, 29 April 2010

Ada Apa Dengan Beras?

Oleh Suryana Slamet

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, karena memang sebagian besar masyarakat Indonesia bertani tanaman padi dan mayoritas makanan pokok penduduk Indonesia nasi, yaitu padi yang melalui beberapa proses menjadi nasi.

Bercocok tanam padi atau bersawah adalah indentitas cultural bukan saja bagi bangsa Indonesia, juga bagi bangsa Cina, Korea, Jepang dan bangsa lainnya. Banyak upacara-upacara yang berhubungan dengan kegiatan bersawah padi dan beras. Di Jepang nasi disebut Gohan, di Korea disebut Bap. Di Aceh bersawah (mengoe) dianggap penghulu harkat, mata pencarian pokok, karena tani adalah produsen primer.

Bertani juga ada di Itali, Perancis Selatan, Amerika Serikat dan Australia. Intensifikasi pertanian dan revolusi hijau telah meningkatkan modal pertanian yang meningkat luar biasa, karena input energi berupa pupuk buatan, pestisida dan pengairan.

Bagaimana hasil pertanian meraka? Viatnam mampu mengekspor beras ke Indonesia. India dan Cina dengan penduduk lima kali lipat lebih banyak dari Indonesia tidak mengalami kesulitan berarti dalam swasembada makanan pokok. India mengekspor beras unggul Basmati ke Eropa dan Amerika. Muangthai ke Yasmin. Lalu Indonesia?, yang era tahun 80-an sih katanya telah swasembada pangan dan ekspor beras, yang hingga sekarang masih diakui sebagai negara agraris subur makmur. Lalu kenapa dengan Indonesia? justru kita sering dihadapkan pada persolan defisit pangan termasuk juga defisit komoditi pertanian lainnya yang harus impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, seperti antara lain, komoditi kacang kedelai dan jagung. Padahal WTO sudah di depan mata. Pada saat ekonomi bebas asia dan dunia, bukan mustahil petani Indonesia yang ngotot dengan konsep petani budayanya akan tinggal kenangan karena petaninya tidak mampu bersaing dengan petani manca negara yang sudah akrab dengan efesiensi pertanian melalui agroindustri.

Lalu ada apa dengan beras? ya itu, saya berpendapat kita sudah sepatutnya malu kepada diri sendiri, kepada rakyat kita sendiri. Betapa tidak, di negeri agraris, beras sering kekurangan dan harus impor, pupuk yang menurut keterangan produsennya surplus, juga sering langka dan mahal. Hari ini petani teriak teriak pupuk langka, besoknya waktu disidak (inspeksi mendadak) oleh pejabat tinggi, dikawal wartawan lagi, eh ternyata di kios-kios yang disidak stok pupuknya mendadak penuh lo…, anehkan.

Sejujurnya kita patut lebih malu, karena jumlah rakyat miskin tambah banyak. Asal tahu, Indonesia masuk salah satu sorotan program Millenium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan PBB dari 1,2 milyar penduduk miskin di dunia, sepertiganya di asia dan Indonesia menjadi salah satu lokasi utama warga miskin dunia. Padahal, Minyak, Gas, Aneka Tambang, hasil hutan dan laut melimpah di negeri khatulistiwa yang tanahnya subur ini. Tanyakan kenapa? Wallohu’alam bishowab.


Tidak ada komentar: