Selasa, 02 Oktober 2012

Pengembalian Kredit Bantuan PKBL Masih Banyak yang Macet?


PT Angkasa Pura I (Persero) menggelontorkan dana Rp 5 miliar untuk membantu 669 (enam ratus enam puluh sembilan) petani binaan PT Sang Hyang Seri (Persero) dalam bentuk Pinjaman Kemitraan. Pinjaman Program Kemitraan (PK) ini disalurkan untuk mensukseskan program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi (GP3K) yang disisihkan dari anggaran PKBL tahun 2011 dan akan berkelanjutan selama tiga tahun kedepan.

Pola kerjasama yang dijalankan yaitu PT Sang Hyang Seri (Persero) akan memberikan pinjaman kepada petani berupa benih padi dan pupuk. Nantinya, petani akan mengembalikan pinjaman kepada SHS berupa hasil panen, dan padinya akan dibeli pemerintah dengan harga yang baik. Dari hasil itulah, Angkasa Pura I akan menerima pengembalian modalnya dari SHS.

Selain memberikan pinjaman kemitraan, PT Angkasa Pura I (Persero) bekerja sama dalam memberikan pembinaan kepada para mitra binaannya dengan mengadakan pelatihan Teknologi Budidaya Tanaman Padi, yang salah satu kegiatannya dilaksanakan di Makassar dan Lombok.

Belum Efektif?
Sebagian program GP3K yang diamanatkan ke beberapa BUMN disinyalir belum sepenuhnya berjalan efektif, karena dalam pelaksanaannya, terutama di tingkat pelaksana lapangan, kurang memperhatikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang meliputi:
1. Transparansi;
2. Kemandirian;
3. Akuntabilitas;
4. Pertanggungjawaban;
5. Kewajaran.

Dalam penyaluran kredit bantuan non komersil dari dana PKBL masih membukukan kredit macet yang cukup tinggi. Aroma KKN, pola perekrutan mitra binaan yang cenderung asal-asalan, tidak tepat sasaran dan kurangnya pengawasan disinyalir sebagai penyebabnya. Termasuk dugaan adanya beban "biaya" dan “bunga” tambahan keuntungan yang dibayar yang jumlahnya memberatkan Mitra Binaan. Padahal ketentuan yang ada, mitra yang mendapatkan dana hanya diwajibkan menyisihkan laba sebesar maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan dan maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Bina Lingkungan kepada PKBL. Atau rata-rata jasa administrasi pinjaman dana program yang bersumber dari dana PKBL ini hanya 6 % flate per tahun.

Pada tahun 2007 saja, kredit bantuan yang macet dari semua BUMN lebih dari 500 milyar dengan alasan, “karena mitra menganggap program ini adalah hibbah”. Alasan yang sama juga diungkapkan oleh Dirham Su’udi kepala unit kemitraan dan bina lingkungan PT. Wika ketika menanggapi kredit bantuan PKBL macet yang disalurkan ke UMKM yang tidak ada kaitannya dengan perusahaan. "Dampak buruk yang ditinggalkan adalah banyaknya piutang macet, karena anggapan mereka dana itu merupakan dana hibah," papar Dirham, ( BUMN Track ).

Menurut Asisten Deputi Urusan Informasi dan Administrasi Kekayaan BUMN Brata Antakusuma, saat ini akumulasi dana PKBL 142 dari 162 BUMN tercatat Rp 3,613 triliun. (kementrian BUMN mewajibkan penyisihan 1-3 persen dari laba bersih BUMN untuk PKBL).  Dari jumlah itu, yang berstatus dalam pengembalian mencapai Rp 2,009 triliun. “ Artinya, yang macet dan dihapusbukukan (write off), sekitar 35 persennya. Meskipun tidak semua pelaksanaan PKBL BUMN nakal. Dari beberapa PKBL yang macet, selain karena force major seperti petani yang mengalami fuso atau bencana alam, juga ada indikasi penyimpangan pemanfaatan dana PKBL BUMN hingga macet. Diduga, modusnya masih sama dengan penyimpangan model lama di era KUT (kredit Usaha Tani). Alasan, “karena petani masih menganggap dana PKBL dana hibbah”, terlalu dibuat-buat.

Sudah puluhan tahun skema dana program atau kredit program non komersil dengan berbagai istilah telah digulirkan, bagaimana mungkin petani masih berpikir seperti itu. Lalu apa saja kerja pejabat pelaksana, dinas teknis terkait dan penyuluh lapangan. Bukankah seharusnya sejak awal sudah dberitahukan, begitu juga dalam akad kredit jelas ditulis dana pinjaman yang harus dikembalikan. Apa mungkin mental UMKM/petani separah dan sebebal itu? atau ada sebab lain yang mendorong Mitra Binaan berani ngemplang hutang. (Baca UKM Sayang, UKM Malang).

Ironisnya, di lain pihak masih banyak petani visioner, inovatif, yang benar-benar menjalankan kegiatan usaha atau bertani secara benar dan jujur tetapi kesulitan mengakses sumber-sumber dana murah yang bertujuan untuk pemberdayaan UMKM/petani.

Birokrasi yang sulit?
Sulitnya birokrasi dan prosedur yang diberlakukan pejabat pelaksana PKBL juga membuat kelompok UMKM/petani yang berkarakter mandiri (memenuhi syarat) kesulitan menembus prosedur yang diterapkan, seperti yang terjadi di UMKM medan. UMKM mitra binaan PKBL Pertamina UPMS I Medan menjelaskan, “banyak permohonan yang kandas dan tidak terealisasi karena sulitnya birokrasi dan prosedur yang diberlakukan petinggi PKBL Pertamina UPMS I Medan”, demikian seperti yang dikutif Jurnal Medan 02 Oktoer 2012  

Selanjutnya, Direktur Ekskutif Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Anak Bangsa Indonesia (LP2EBI) Drs Deskamarda Tanjung menegaskan, "Kita minta pejabat PKBL Pertamina menyahuti tuntutan masyarakat mitra binaan sesuai permohonan yang sudah masuk apalagi dana yang digulirkan itu memang sudah ada dan jelas. Jangan pula digulirkan kepada yang tidak berhak,"  tandas Deskamarda.

Fenomena birokrasi yang cenderung menyulitkan pada umumnya terjadi di beberapa BUMN, terutama jika calon mitra binaan atau pemohon berkarakter kritis dan mandiri.  Sudah menjadi rahasia umum, kelompok UMKM dan petani berkarakter kritis dan bertanggung jawab dalam melakukan fungsi profesional malah “tidak disukai” oknum Dinas terkait dan pejabat pelaksana PKBL, karena kelompok seperti ini tidak bisa diajak kong kalikong, pat gulipat dalam penggunaan dana program yang sejatinya memang untuk tujuan pemberdayaan UMKM. Niat yang mulia perusahaan BUMN sesuai amanat Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-05/MBU/2007, tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan menjadi ternoda oleh segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga program PKBL belum sepenuhnya berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Dengan keadaan sebagaimana diuraikan di atas, akibat yang ditimbulkan, pinjaman cenderung macet. Karena adanya pihak oknum yang terlibat, penyelasaiannya pun menjadi sulit dan berbelit belit, lalu dipakailah alasan yang gampang, “UMKM dan atau Petani masih beranggapan dana PKBL itu Hibbah”.  Pertanyaannya, jika penyaluran kredit memperhatikan prinsip-prinsip good corporate governance, dengan jasa administrasi 6 persen pertahun, apakah UMKM/petani akan mangkir bayar hutang pinjaman yang sebenarnya tanpa bunga? Atau memang ada penyebab lain yang sulit diurai karena sudah menjadi “konspirasi oknum” yang mengambil keuntungan dari kredit murah dana PKBL. (Baca UKM Sayang, UKM Malang). Sebaiknnya baca juga Do'a Mustajab Kaum Tertindas.

Catatan tambahan; Sebelum GP3K dimulai, Pertani juga sudah merangkul petani. Dananya sebesar Rp 119 miliar di tahun 2011 bekerjasama dengan 15 BUMN dengan komposisi 30% dari PT. Pertani Persero dan 70% dari 15 BUMN lainnya. Dalam program ini, PT Pertani ditugasi untuk mengelola seluas 200 ribu hektar sawah pada tahun 2011 dan ditargetkan 400 ribu hektar sawah pada tahun 2012. Berita terkait Terus Bermitra Dengan Petani.

Kesimpulan yang dapat ditarik, pada dasarnya program pemerintah sudah bagus, hanya pelaksanaanya yang belum sesuai harapan sehingga perlu ditingkatkan pelaksanaan prinsif Good Corporate Governance dengan melibatkan semua pihak termasuk masyarakat luas agar dana PKBL yang triliunan rupiah jumlahnya setiap tahun benar-benar tepat sasaran. Karena itu uang rakyat dan masih banyak UMKM yang belum mendapatkankan dana PKBL yang skemanya harus bergulir. Akan lebih baik jika LPJ pelaksana dan siapa saja perorangan, lembaga, badan usaha atau koperasi mana saja penerimanya lengkap dengan LPJ penerima bantuan dipublikasikan secara online (bukan hanya laporan global). Hal tersebut agar masyarakat dapat turut aktif mengawasi sehingga dapat mengurangi potensi penyimpangan yang dapat merugikan keuangan negara dan masyarakat UMKM yang belum mendapatkan apa yang menjadi haknya. 

Tulisan terkait nasib Rakyat/UMKM/Petani
Krisis Energi  Krisis Air    Krisis Pangan: 8 Penyebab Petani Indonesia Tertinggal
Krisis Hutan Indonesia   Selamatkan bumi kita dari polusi dan pemanasan global 
Krisis Lahan Pertanian: Pemerintah Belum Serius?   UKM Sayang UKM Malang 
Gejolak Masa Di Era Reformasi

Tidak ada komentar: