Gambar: Kompas.com |
Suryana Slamet/Puskoptan:
Dua tahun belakangan, Indonesia dibuat sibuk oleh serangga. Jika tahun 2011 Indonesia dibuat heboh oleh Ulat Bulu, maka kini kehebohan didatangkan oleh serangga Paederus fuscipes alias Tomcat. Berita heboh sahabat petani yang bernama Tomcat ini nyaris menenggelamkan berita sensasi issu kenaikan BBM. Ada Apa Dengan Tomcat?.
Dua tahun belakangan, Indonesia dibuat sibuk oleh serangga. Jika tahun 2011 Indonesia dibuat heboh oleh Ulat Bulu, maka kini kehebohan didatangkan oleh serangga Paederus fuscipes alias Tomcat. Berita heboh sahabat petani yang bernama Tomcat ini nyaris menenggelamkan berita sensasi issu kenaikan BBM. Ada Apa Dengan Tomcat?.
Apakah
“Tomcat” itu ?
“Tomcat” sebenarnya adalah Kumbang dari genus Paederus.
Lengkapnya Paederus sp.
(species).
Paederus ini
tercatat ada banyak ragam jenis, tergantung di negara mana dia berasal.
Misalnya :
- Paederus melampus : India
- Paederus brasilensis : Brazil
- Paederus colombius : Kolombia
- Paederus fusipes : Taiwan
- Paederus peregrinus : Indonesia dan Malaysia
Tomcat Menurut Wikipedia
Tomcat disebut Semut Semai atau Serangga Tomcat (nama
ilmiah: Paederus littoralis), disebut pula Kumbang Rove
(Rove Beetle) atau dengan nama daerah Semut Kayap atau Charlie
di Indonesia, adalah kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda)
yang termasuk dalam keluarga besar Kumbang (Staphylinidae), terutama dibedakan
oleh panjang pendeknya penutup pelindung sayap
("sayap berlapis") yang meninggalkan lebih dari setengah dari perut
mereka terbuka. Dengan lebih dari 46.000 spesies dalam ribuan generasi, kelompok
ini adalah keluarga kedua terbesar kumbang setelah Curculionidae (kumbang
yang sebenarnya). Serangga ini termasuk kelompok
serangga kuno, dengan fosil
serangga tomcat diketahui dari Jaman Triassic atau pemusnahan mahluk hidup di Bumi sekitar
200 juta tahun
lalu.
Anatomi: Seperti bisa diduga untuk suatu
keluarga kumbang yang besar, terdapat variasi besar di antara spesies ini.
Ukuran berkisar antara 1 hingga 35 mm (1,5 inci), dengan sebagian besar di
kisaran 2-8 mm, dan bentuk umumnya memanjang, dengan beberapa serangga tomcat
yang berbentuk bulat seperti telur. Badannya berwarna kuning gelap
di bagian atas, bawah abdomen (perut) dan kepala
berwarna gelap. Pada antena kumbang biasanya 11 tersegmentasi dan filiform,
dengan clubbing moderat dalam beberapa generasi kumbang. Biasanya, kumbang ini
terlihat merangkak di kawasan sekeliling dengan menyembunyikan sayapnya dan
dalam pandangan sekilas ia lebih menyerupai semut.
Apabila merasa terganggu atau terancam, maka kumbang ini akan menaikkan bagian
abdomen agar ia terlihat seperti kalajengking
untuk menakut-nakuti musuhnya.
Pemerian: Tomcat tidak mengigit ataupun
menyengat. Tomcat akan mengeluarkan cairan secaraotomatis bila bersentuhan atau
bersentuhan dengan kulit
manusia secara
langsung. Gawatnya, Tomcat juga akan mengeluarkan cairan racunnya ini pada
benda-benda seperti baju,
handuk, ataupun
benda-benda lainnya. Pada jenis serangga tertentu, terdapat cairan yang diduga
12 kali lebih kuat dari bisa ular kobra.
Cairan hemolimf atau toksin ini disebut sebagai 'aederin' (C24H43O9N).
Menurut Suputa, dalam
dinamika populasi jangka panjang, serangga selalu memiliki periode outbreak. Adanya outbreak terkait dengan
jejaring makanan yang kompleks dan kondisi lingkungan. Pemantauan dinamika
populasi serangga akan membantu mengetahui periode outbreak dan cara mengatasinya. Outbreak atau ledakan
populasi tomcat bervariasi di satu tempat dengan tempat lain. Di wilayah
Indonesia, belum diketahui periode outbreak-nya
secara pasti.
Species Tomcat sendiri ada 12 jenis. Sebagai binatang malam, tomcat selalu mencari cahaya terang. Tomcat selain menyebar di beberapa kota di pulau jawa juga sudah menyebar hingga Sulawesi Selatan, Bima Nusa Tenggara Barat dan Bali.
Species Tomcat sendiri ada 12 jenis. Sebagai binatang malam, tomcat selalu mencari cahaya terang. Tomcat selain menyebar di beberapa kota di pulau jawa juga sudah menyebar hingga Sulawesi Selatan, Bima Nusa Tenggara Barat dan Bali.
Menurut Kepala Dinas
Kesehatan Jawa Timur, dr Budi Rahayu menyebut serangga dari 622 spesies itu ada
di lebih dari 20 ribu titik di seluruh dunia.
"Spesies ini pernah dilaporkan menimbulkan wabah dermatitis di
Australia, Malaysia, Srilangka, Nigeria, Kenya, Iran, Afrika Tengah, Uganda,
Argentina, Brazil, Perancis, Venezuela, Ecuador dan India,". Ujar Rahayu.
Rahayu menjelaskan, bila kulit yang
terkena cairan dari si Tomcat, dalam waktu singkat kulit akan terasa panas.
Bahkan setelah 24 hingga 48 jam, akan muncul gelembung pada kulit dan berwarna
merah (erythemato-bullous lession) yang menyerupai lesi seperti akibat terkena
air panas atau luka bakar.
Racu Tomcat Tidak Sebahaya
Bisa Kobra
Sebelumnya
diberitakan dan cukup membuat masyarakat resah bahwa racun Tomcat lebih
berbahaya dari bisa ular Cobra. Pakar Hama memastikan racun Tomcat tidak lebih
bahaya dari racun ular cobra seperti yang diberitakan. Menurut pakar Entomologi
Unsoed, Dr. rer.nat. Imam Widhiono MS "Racun
Tomcat tidak sebahaya Kobra," tandasnya. Racun Tomcat, lanjutnya juga
hanya digunakan sebagai pertahanan diri saja. Tomcat tidak menyengat, melainkan
menggigit. Dan itupun hanya untuk menangkap mangsanya. (JPN.com)
Beberapa
media mengatakan bahwa racun Tomcat 12 kali dari racun ular nyatanya tidak
benar. Sebab racun atau toksin Tomcat tidak berbahaya dan mematikan. Yang mengandung
racun itu bukan dari gigitannya, melainkan cairan yang ada dalam tubuh. Oleh
karenanya, jika Tomcat hinggap di tubuh manusia jangan dibunuh dengan menekan
Tomcat di atas kulit badan kita melainkan dengan cara di usir menggunakan
kertas atau sejenisnya. Demikian juga jika terkena racun Tomcat, jangan digosok
atau digaruk karena akan mempercepat beredarnya racun dalam tubuh.
"Kalau
terkena cairan racun Tomcat, jangan pernah digaruk. Tapi langsung cuci dengan
sabun dan air mengalir," tutur Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber
Binatang, Kemenkes, dr. Rita Kusriastuti, MSc. Selanjutnya, jelas Rita, "Kalau menempel di tubuh kita, jangan
ditepuk. Karena kalau ditepuk nanti perutnya pecah dan keluar cairan toksin.
Kalau menempel di kulit, cukup disentil saja," papar Rita.
Pemberitaan racum Tomcat lebih bahaya dari racun ular kobra juga dibantah oleh Dr. Ir. Haryono, Msc, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, "Pemberitaan media terlalu 'Lebay' dan itu tidak benar," ujarnya. Sebab, Toksin Tomcat yang disebut sebagai pederin adalah jenis toksin dari Paederus fuscipes yang sifatnya tidak mematikan dan hanya menimbulkan iritasi lokal. Efeknyapun hanya menimbulkan gatal-gatal dan iritasi kemerahan jelas Haryono, Rabu (21/3).
Serangan toksin Tomcatpun dapat diobati hanya dengan menggunakan salep anti bakteri yang mengandung hydrocortison dan sabun antiseptik. Sehingga, toksin dari Tomcat tidak lebih berbahaya dari 12 kali racun ular. (Republika.co.id -24 Maret 2012)
Terkait persebaran Tomcat, Imam menjelaskan Tomcat tidak akan tersebar dengan luas dan cepat, karena kemampuan terbangnya sedikit. Pakar Entomologi Unsoed, Dr. rer.nat. Imam Widhiono MS mengungkapkan kumbang Tomcat ini sebenarnya sudah ada sejak dulu. Dia hidup di ranting-ranting pohon, seperti padi dan ubi kayu. Selain efek negatifnya bagi manusia, ternyata Tomcat sangat berguna di lahan pertanian. "Hewan ini adalah predator dan juga pengendali hama wereng, tungau dan kutu loncat," paparnya.
Akan tetapi kenapa hewan ini bisa sampai lingkungan penduduk? Imam menjelaskan, secara Entomologi dikarenakan adanya ketidakseimbangan iklim. Dan kemungkinan adanya perubahan suhu yang ekstrim. "Tomcat datang ke lingkungan penduduk sangatlah tidak umum dan ini suatu kasus yang jarang terjadi," ujarnya.
Kemungkinan juga, lanjut Imam, bisa disebabkan habitan mereka di lahan pertanian yang sudah tidak ada. Ini membuat kawanan Tomcat migrasi ke permukiman pendududk. "Adanya panen serempak bisa menjadi satu alasan utama," tambahnya.
Imam menambahkan, selama persediaan makanan masih ada, Tomcat tidak akan mengganggu. "Mereka ini hanya hidup di lahan pertanian saja, selama persediaan makannya ada, mereka juga tidak betah hidup di lingkungan penduduk. Selain itu, induk Tomcat akan meletakkan telur-telurnya di dekat persediaan makanan. "Kesimpulannya, kalau persediaan makanan habis, maka regenerasi terhambat," terangnya.
Bagi yang tinggal di wilayah Pedesaan
atau dekat dengan hutan, tentu sudah tidak asing lagi dengan si Paederus
ini.Karena si Merah Hitam ini sebenarnya Musuh
Alami dari Wereng Sawah. Oleh karenanya keberadaan Tomcat
sebenarnya membantu Petani mengatasi Hama Padi. Menguntungkan sekaligus
merugikan jika bertemu Manusia.
Tomcat tergolong Serangga aktif malam
hari, yang sangat gemar
mendekati Sumber Cahaya. Lampu, misalnya. Jadi salah
satu cara untuk mendeteksi kehadirannya : perhatikan Lampu setiap masuk ruangan.
Jika ada serangga mirip semut yang keluyuran dekat bola Lampu, mungkin itu
si Paederus.
Bagaimana Hingga Bisa Menimbulkan Masalah Pada
Manusia ?
Terlebih dulu saya ingin meluruskan,
bahwa seperti ulasan di atas, penyakit ini tidak ada hubungannya dengan
istilah “Tomcat”.
Yang lebih tepat adalah yang sesuai dengan nama dari Ilmu Kedokteran,
yaitu : Dermatitis
Paederus (DP). Kalaupun mau “Di Indonesiakan”, ada
baiknya menjadi Alergi
Paederus. Daripada ”Tomcat”, yang mirip serial kartun Tom dan Jerry.
Bagaimana Hingga
Bisa Menimbulkan Masalah Pada Manusia ?
Kumbang Paederus sp., seperti umumnya Serangga,
memiliki butiran darah yang berfungsi ganda. Yaitu Haemolymph. Selain
mengangkut Oksigen &
Zat Makanan (Haemocyanin),
juga berfungsi sebagai Pertahanan
Tubuh/Imunitas (Lymph).
Berbeda dengan manusia, yang
komponen Darahnya masing-masing hanya memilik 1 fungsi. Haemoglobin hanya
mengurus Oksigen & Zat Makanan, sementara Imunitas diurus oleh
Leukosit & Limfe.). Dalam Haemolymph ini terkandung senyawa Amida yang dikenal
dengan nama Paederin. Susunan Rantai Kimianya : (C 25 H 45 O 9 N). Dengan jumlah molekul H yang
dominan, menjadikan senyawa ini bersifat
sangat Asam. Mirip seperti Semut atau Lebah, namun lebih Asam.
Seperti yang kita pelajari di Sekolah,
Zat hiper-Asam bersifat
Korosif dan mampu mengiritasi/mengikis permukaan Kulit.
Begitu pula dengan Paederin ini. Jika
kontak dengan kulit, maka akan menimbulkan gejala Iritasi yang agak hebat.
Benarkah Pernyataan Bahwa Kadar Paederin 12 kali
dari Racun Ular Kobra ?
Pernyataan ini dalam kasus tertentu bisa dbenarkan, namun diartikan
secara keliru oleh beberapa orang. Kadar Paederin dalam 1ml cairan memang jumlahnya
mencapai 12 kali lebih
pekat daripada racun Ular Kobra. Namun bukan berarti lalu
Paederin sangat beracun, melebihi racun Kobra. Sebaliknya, justru racun
Kobra yang berupa Neurotoxin
(racun yang menyerang jaringan saraf) jauh lebih mematikan
daripada Paederin. Hanya dibutuhkan 1
tetes / 1 ml racun Kobra untuk membunuh manusia.
Sedangkan Paederin ? Terkena hingga 5ml pun tetap tidak akan mampu
menimbulkan kematian bagi manusia.
Jadi merupakan sebuah informasi
berlebihan jika menganggap Paederin sangat mematikan. Namun tentunya fakta
ini merupakan pengecualian bagi mereka yang punya riwayat alergi terhadap gigitan
serangga. Tanpa perlu berhadapan dengan Paederin pun, misalnya
terkena sengatan Lebah, sudah cukup untuk menimbulkan masalah serius.
Sehingga wajib segera
dibawa ke Rumah Sakit terdekat, supaya bisa dapat pertolongan yang
memadai.
Kenapa Bisa Terpapar Paederin ?
Paederin
mengenai Kulit bukan melalui gigitan atau
sengatan, tapi karena tubuh Paederus hancur
diatas kulit kita. Mungkin
karena refleks menepuk ketika dia hinggap, juga mungkin karena tidak sengaja
“kedudukan” atau “tergencet” tubuh kita. Dengan pecahnya Exoskeleton/Kulit
Paederus, maka cairan Paederin pun keluar dan membasahi kulit kita. Itu
sebabnya jika melihat ada Paederus sedang berjalan di kulit, jangan ditepuk/dipencet/ditekan. Cukup ditiup atau disingkirkan perlahan dengan kertas atau benda
apapun yang bisa digunakan untuk menyingkirkan Paederus tanpa
menghancurkan tubuhnya.
Bagaimana Mencegah Terpapar Paederin ?
Kalaupun tubuh Paederus terlanjur
hancur karena ditepuk/dipencet, baik sengaja maupun tidak. Segera cuci tangan dan bagian yang terkena cairan
Paederin dengan Air
mengalir dan Sabun. Sabun bersifat Basa, tentunya akan
menggumpalkan Paederin yang bersifat Asam. Sehingga mengurangi kadar
Iritatifnya.
Diamkan Sabun selama beberapa menit
sebelum membilasnya,
supaya lebih banyak Paederin yang terikat oleh Sabun. Air yang mengalir
tentunya membuang sisa-sisa Paederin, baik yang telah terikat dengan Sabun
maupun yang belum.
Hindari mencuci di Air yang tergenang dalam Baskom atau Gayung misalnya.
Karena Paederin tidak kemana-mana, melainkan justru akan menyebar ke
seluruh tangan. Dalam kondisi sangat darurat, tidak ada Air atau Sabun, bisa
menggunakan Air Ludah
sebagai Pencegahan Pertama. Ludah kita bersifat Basa Lemah. Meski tidak sekuat Sabun,
paling tidak bisa mengurangi efek Paederin. Tetap dibasahi dengan Ludah
sampai kita menemukan Air Mengalir & Sabun.
Jangan menggosok atau mengusap bekas
Paederin. Jangan dipegang-pegang,
karena akan menempel dan menyebar ke area kulit yang lain. Diketok/Dipencet dengan menggunakan benda keras. Segera bersihkan Cairan Paederin yg
terdapat di lantai dengan Air Sabun. Jangan dibiarkan.
Karena Paederin sangat kental dan lambat menguap, jika terinjak
akan mengiritasi Telapak Kaki.
Jika mengenai Kain, misalnya Baju atau
Celana. Segera dicuci.
Karena Paederin yang meresap ke dalam serat kain, masih mampu mengiritasi Kulit
yang terkena. Cairan racunnya kira-kira mirip getah. Tidak akan hilang
sebelum dicuci. “Jenazah”
Paederus segera dibuang jauh-jauh. Karena dalam keadaan
tewaspun, tubuhnya masih dapat menimbulkan masalah.
Apa Yang Terjadi Ketika Kulit Terpapar Paederin ?
Seperti yang telah dibahas di atas,
Paederin bersifat Asam yang mampu mengiritasi Kulit secara mendalam. Efek
Iritasinya lebih hebat dari Haemolymph Semut, Lebah & serangga lain. Bahkan
Air perasan Cabai pun tidak seiritatif Paederin (Air Cabai memiliki sifat Iritatif
ringan. Itulah sebabnya terasa panas di kulit, namun tidak menimbulkan
masalah).
Gejala Terkena Dermititis Paederin |
Segera setelah terkena Paederin,
reaksi pertama pada kulit adalah timbul Kemerahan
yang disertai sensasi Panas
dan Nyeri ringan. Kadang diikuti gatal. Setelah beberapa saat, biasanya dalam
12 jam, jaringan kulit
akan mulai mati karena Iritasi Asam Paederin (Nekrolisis). Diawali
dengan timbulnya gelembung
kecil pada kulit (Vesikel),
yang kelamaan akan menjadi Nanah (Kumpulan jaringan Kulit yang mati),
mengeras kasar dan menimbulkan gambaran seperti Jaringan Parut pada
permukaan kulit.
Lesi herves Type 1 |
Besarnya kurang lebih seperti Jerawat.
Namun jumlahnya banyak dan kecil-kecil. Karena tidak segera dicuci, namun
dibiarkan, maka cairannya mengenai area kulit sebelahnya. Sehingga membentuk
area Lesi yang Simetris. Mirip seperti
“Bayangan pada Cermin” (Mirror) atau “bekas Lipstik yang menempel pada kulit” (Kissing). Bentuknya gejala atau Lesi awal pada
kulit memang mirip seperti agak Cacar
Air, Herpes Zoster atau Herpex Simplex. Namun sama sekali bukan bisa menjadi
Herpes. Jadi saran menggunakan obat Herpes untuk mengatasi Dermatitis Paederus
ini adalah salah kaprah yang berlebihan. Apalagi jika menggunakan
Acyclovir, tentunya sangat
tidak tepat dan sangat berbahaya.
Obat Yang Tepat Untuk Mengatasi Gejala Dermatitis
Paederus
Jika setelah dicuci dengan sabun pun
masih timbul kemerahan, langkah pertama adalah mengkompresnya dengan Air Dingin atau
Es. Selain mengurangi sensasi Panas, Nyeri dan Gatal yang
timbul, juga menghambat penyebaran Paederin pada jaringan kulit lain.
Dengan cara mengecilkan Pembuluh Darah kulit, sehingga sebagian Paederin yang
terlanjur masuk dalam jaringan terisolasi dan pembengkakan pun bisa
berkurang.
Sebaliknya jika dikompres Panas, atau
umumnya sebagian rakyat kita gemar mengoles Balsem untuk gigitan serangga,
Pembuluh Darah akan melebar
dan Paederin akan mudah menyebar ke bagian kulit yang lain. Sehingga efek
bengkakpun semakin meluas.
Jangan digaruk atau digosok dengan
benda apapun.
Kulit yang teriritasi menjadi sangat tipis dan mudah koyak. Jika digaruk,
akan menimbulkan Luka kecil dan menjadi Pintu Masuk
bagi Kuman-Kuman. Sehingga timbulah Infeksi Sekunder / Infeksi Ikutan
dan Lesi pun bertambah parah.
Langkah Kedua adalah memberikan Salep Steroid, yang
berguna untuk mengurangi Sensasi Gatal dan Radang pada bagian yang
teriritasi. Gunakan dengan mengoleskan sangat tipis pada permukaan
kulit. Karena obat ajaib ini tergolong obat unik. Dosis kecil, dia membantu
menghilangkan gejala. Sebaliknya
kalo kelebihan Dosis, malah memperkuat efek Paederin.
Salep Antibiotik sebaiknya hanya diberikan jika
diperlukan, jika
timbul Infeksi Sekunder/Ikutan yang parah. Misalnya menjadi Bisul yang
besar.
Jika menggunakan Antibiotik, sebaiknya
berikan jeda waktu dengan Salep
Steroid. Kira-kira interval 1-2 jam. Jangan ditumpuk jadi satu
kali pemberian.
Jadi kesimpulannya, urutan Tata Laksana Dermatitis
Paederus adalah :
1. Cuci dengan Air Mengalir dan Sabun
2. Kompres dengan Air Es/Dingin
3. Diberikan Salep Steroid
4. Diberikan Salep Antibiotik jika
diperlukan
Referensi:
- Guiry, M.D.. "Subfamily: Paederinae". National University of Ireland, Galway. Diakses pada 19 Maret 2012.
- Jurnal Dermatologi India - disalin ulang oleh Leonardo Kompasiana 22 Maret 2012
- Wikipedia
- Buku dan beberapa media online lainnya.
Berita
terkait lainnya:
- Kena Racun Tomcat Jangan Garuk, Langsung Cuci dengan Sabun
- Cairan Tomcat mematikan sel kulit
- Pakar Serangga: Tomcat dan Ulat Bulu Simpan Misteri
- Toksin Tomcat 12 kali dari Racun Ular?
- Kena Tomcat, Segera Cuci dengan Air Sabun
- Semua Tentang Tomcat
- Apa itu Serangga Tomcat
- CiriCara: Ciri Terkena Gigitan Tomcat dan Cara Mengatasinya
- Awas Racun Tomcat Lebih Mematikan dari Kobra.
- Tomcat si Kumbang Sahabat Petani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar