Selasa, 14 Mei 2013

Budidaya Udang Windu Intensif Bagian 2

VII. MANAJEMEN KESEHATAN UDANG
">
Udang yang sehat dicirikan oleh fungsi fisiologis yang normal, dan secara fisik dapat terlihat dari  pola nafsu makan, pertumbuhan, kebersihan dan kelengkapan organ  dan jaringan tubuh.  Udang akan tetap dalam kondisi sehat selama lingkungan masih mampu memberikan kondisi yang optimal dan mampu mentolerir beban polusi internal sebagai hasil degradasi input produksi (kotoran udang, alga yang mati dan sisa pakan). 

Penyakit pada umumnya mulai terjadi pada bulan kedua pemeliharaan, terutama pada tambak yang sejak awal mengalami kesulitan menumbuhkan fitoplankton, sehingga klekap tumbuh yang kemudian mengalami kematian. Kemampuan mengendalikan faktor penyebab stress dan antisipasi yang tepat terhadap potensi serta gejala sakit akan menentukan kualitas dan kuantitas udang pada akhir masa pemeliharaan hingga  panen.  Hampir semua kunci manajemen kesehatan adalah pencegahan, namun tidak menutup kemunginan dilakukannya pengobatan asal tidak menggunakan jenis obat yang termasuk kategori terlarang untuk produk perikanan, seperti kloramfenikol dan nitrofuran.


7.1. Penyakit udang

Jenis penyakit yang menyerang udang windu adalah penyakit viral, bakterial, parasiter dan faktor abiotika lainnya.  Akibat serangan patogen pada udang dapat mengakibatkan kerugian secara ekonomi karena terjadi kematian atau karena penampilan udang yang kurang menarik, seperti berlumut, geripis dan lain lain.

Diantara jenis penyakit yang paling banyak membawa kerugian karena terjadinya kematian adalah akibat penyakit bercak putih viral (WSSV). Penyakit jenis ini paling banyak ditemukan dan mengakibatkan kematian masal pada budidaya udang windu, baik teknologi intensif, semiintensif dan sederhana. Penyakit bakterial, meskipun juga ditemukan tetapi tidak banyak mengakibatkan kerugian ekonomis, demikian juga penyakit yang disebabkan oleh parasit.

7.1.1. Penyakit viral

a. Penyakit bercak putih viral (White Spots Syndrome Virus, WSSV)

Penyakit yang paling sering ditemukan terkait dengan kematian adalah penyakit bercak putih viral. Udang yang terserang penyakit ini menunjukkan tanda adanya bercak putih di seluruh tubuhnya, dari karapas hingga pangkal ekor. Penyebab penyakit bercak putih viral adalah  White Spots Syndrome Virus (WSSV), yang termasuk keluarga Nimaviridae.

Udang yang terserang virus bercak putih biasanya terlihat lemah, berenang ke tepi dan mati. Kematian masal umumnya terjadi dalam jangka waktu 3 hari sejak gejala pertama ditemukan. Apabila selain bercak putih udang juga berlumut, maka udang harus segera dipanen sebelum terjadi kematian lebih banyak. Apabila udang terserang masih kelihatan bersih, insang juga bersih maka perlakuan perbaikan kualitas lingkungan, pemberian vitamin C dan pemberian ikan rucah untuk merangsang nafsu makan, masih dapat membantu untuk penyembuhan.

b. Infeksi Monodon Baculo Virus (MBV)

Jenis virus MBV merupakan jenis virus yang umum ditemukan dalam budidaya udang pada sekitar tahun 1990, dan dikenal sebagai penyebab penyakit kematian udang umur 1 bulan (one month dead syndrome). Akibat serangan virus, banyak tambak yang gagal panen dan mengalami kematian prematur (Tabel 9)

Tabel 9. Jenis-jenis virus yang menginfeksi udang Penaeid

No.
Virus
Ukuran (nm)
Asam nukleat
Kelas
Mortalitas
1
BMN (Baculovirus mid gland necrose)
~75x300
DsDNA
Baculovirus, non-occluded
90%
2
BP (Baculovirus penaeid)
55-75x~300
dsDNA
Baculovirus, occluded
100%
3
HPV (Hepatopancreatic parvo-like virus)
22-24
ssDNA
Parvovirus
50%
4
IHHNV (Infectious hematopoietic and hypodermal necrotic virus
22
ssDNA
Parvo virus
80-90%
5
MBV (monodon baculovirus)
~75x300
dsDNA
Baculovirus, occluded
85%
6
WSBV (white spot baculovirus)
~80x270
dsDNA
Baculovirus, nonoccluded
100%
7
TSV (taura syndrome virus)
30-32
ssRNA
Picornavirus
80-95%
8
YHV (yellow head virus)
44x173
ssRNA
?
100%


Tabel 11. Inang yang terinfeksi virus RNA secara alami maupun eksperimental

No.
Spesies
Virus RNA


terinfeksi
TSV

YHV
1
P. monodon


+++
2
P. semisulcatus



3
P. merguiensis


+/R
4
P. indicus



5
L. stylirostris
+/R

(+++)
6
L. vannamei
+++

(+++)

Keterangan:
+++     : tingkatan infeksi berat
++        : Tingkatan infeksi sedang
+          : tingkatan infeksi ringan ( ) : infeksi secara eksperimental, dengan tingkatan serius ditunjukkan dengan tanda R : resistan pada uji tantang secara eksperimental (R) dan/atau kegiatan budidaya.

Agensia penyebab :
Monodon Baculo Virus (MBV) merupakan virus keluarga baculovirus , yaitu virus bentuk batang berbahan genetik DNA untai ganda (dsDNA, double strand deoxyribonucleic acid). Virus ini dalam inti sel inang yang terinfeksi membentuk occlusion body. Koloni virion dengan matriks berupa protein sebagai perekat membentuk kristal seperti bola dalam inti sel hepatopankreas udang yang terinfeksi (Gambar 15 dan 16). Kristal virus seperti ini disebut sebagai occlusion body. Inti sel yang terinfeksi virus umumnya membesar (hypertrophied), berisi beberapa kristal virus yang berbentuk bulat. Jaringan yang terinfeksi virus selanjutnya akan segera mengalami kerusakan.

c. Infectious hematopoietic and hypodermal necrotic virus (IHHNV)

Jenis virus lain yang menginfeksi udang dan mengakibatkan kerugian adalah IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus). Udang yang terinfeksi virus ini tumbuh kerdil (Gambar 18). Dalam satu tambak dengan ukuran udang kerdil dengan porsi lebih dari 30% kemungkinan disebabkan oleh IHHNV. Multiinfeksi virus juga dapat terjadi pada satu tubuh udang, misalnya kombinasi dengan WSSV dan MBV (Monodon Baculo Virus).

Infeksi monodon baculovirus pada hepatopankreas, terlihat occlusion bodies (tanda panah) pada hepatosit yang terinfeksi (kiri), sedangkan gambar kanan adalah infeksi hepatopancreatic parvo-like virus, terlihat inclussion bodies pada inti sel hepatosit.

Virus IHHNV merupakan virus dengan bahan asam nukleat untai tunggal (ssDNA) dari kelas parvovirus, yang dicirikan dengan adanya benda inklusi, inclussion body yaitu merupakan koloni virus dengan tanpa adanya matrik. Inti sel yang terinfeksi virus biasanya membesar dibandingkan dengan normal.

Diagnosis dilakukan dengan prosedur histopatologis, jaringan hepatopankreas menggunakan larutan fiksatif Davidson. Diagnosis positif dengan ditemukannya benda inklusi (koloni virus tanpa matriks) dalam inti sel yang terinfeksi.

Serangan penyakit dapat mengakibatkan kematian masal hingga mencapai 100% dalam waktu yang sangat singkat yaitu hanya 2 hari sejak gejala pertama tampak. Udang yang terserang biasanya berenang ke tepi dekat pematang, lemah, kehilangan nafsu makan dan akhirnya mati.



Agensia penyebab :
Penyebab penyakit adalah WSSV (white spot syndrome virus) termasuk virus berbahan genetik DNA, non-occluded virus, dan virion berbentuk batang. Penularan penyakit yang sangat cepat, menyebabkan sulitnya penanggulangan penyakit. Organisme penular (karier) dapat berupa rebon (mysid shrimp), udang putih, kepiting, wideng, udang windu sendiri yang menularkan penyakit secara horizontal. Penularan secara vertikal dapat terjadi melalui induk menular ke larva.

Diagnosis :
Diagnosis penyakit yang paling mudah adalah apabila telah terjadi infeksi akut, terlihat dengan timbulnya bercak putih pada bagian cephalothorax. Pada infeksi dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan primer spesifik untuk WSSV. 

Pengendalian penyakit :
Pengendalian penyakit dilakukan dengan teknik budidaya sistem tertutup, yang pada prinsipnya sistem budidaya bebas virus. Sistem ini meliputi penggunaan benih bebas virus dan lingkungan bebas virus.

Sistem seleksi benih untuk mendapatkan benih bebas virus dapat dilakukan dengan teknik PCR (polymerase chain reaction). Benih yang terinfeksi virus harus tidak ditebar karena potensi terjadi kegagalan panen dan sebagai karier virus.

Penyediaan media (air media calon pemeliharaan udang) juga harus bebas virus, yang dilakukan dengan cara melakukan pemberian kaporit (kadar 60%) pada kadar 30-40 ppm. Tujuan pemberian kaporit adalah membunuh inang (karier) virus dan mematikan virion. Setelah perlakukan kaporit dilanjutkan dengan menghidupkan aerator selama 3 hari untuk menetralkan air. Pemberian inokulan fitoplankton baik berupa diatoms (misalnya Skeletonema costatum) atau Chlorella perlu dilakukan karena fitoplankton biasanya mati pada saat pemberian kaporit.

Cara mengendalikan penyakit adalah dengan pencegahan, melalui penebaran benih dengan benih bebas virus. Selain itu apabila ada udang yang pertumbuhannya abnormal dapat dieliminasi (diambil dan dikeluarkan) dari tambak untuk mencegah penularan ke udang lain.

7.1.2. Penyakit bakterial

Kasus penyakit bakterial di tambak yang paling sering dijumpai adalah terkait dengan udang geripis, insang hitam dan nekrosis otot. Gejala penyakit bakterial adalah timbulnya daerah luka yang dikelilingi dengan pigmentasi kehitaman (Gambar 21).  Jenis bakteri yang paling banyak ditemukan terkait dengan penyakit bakterial adalah Vibrio sp. Jenis bakteri selain vibrio adalah Bacillus sp. Bakteri ini memiliki kemampuan mendegradasi kitin (chitinoclastic bacteria).

7.1.3. Penyakit parasiter

Penyakit parasiter yang ditemukan pada budidaya udang windu secara umum termasuk kategoris penyakit kulit kotor (fouling disease). Penyebab penyakit antara lain karena penempelan protozoa dan beberapa jenis alga benang. Jenis protozoa paling dominan adalah Zoothamnium sp. dan Vorticella sp.

7.2. Monitoring kesehatan udang

7.2.1. Pengamatan rutin

Pengamatan secara rutin dilakukan dengan cara melihat kondisi udang di petakan tambak, seperti pola berenang, ada tidaknya udang berenang ke tepi ada tidaknya bercak, dan perubahan nafsu makan. Pengamatan lebih teliti dilakukan di anco setiap saat pemberian pakan untuk melihat populasi dan abnormalitas udang.

Desain anco untuk monitoring dibuat dengan syarat : lentur, pinggir  kurang lebih 10 – 15 cm, luas 80 x 80 cm (terhitung 100 x 100 cm2).

7.2.2. Pengamatan visual udang sehat

Ø  Gerakan aktif, berenang normal  dan melompat bila anco diangkat  
Ø  Respon positif terhadap arus, cahaya, bayangan dan sentuhan
Ø  Tubuh berwarna cerah, berbelang putih dan hitam yang jelas
Ø  Tubuh bersih, licin, tidak ada kotoran atau lumut menempel
Ø  Tubuh tidak keropos, anggota tubuh lengkap.
Ø  Kotoran (bentuk memanjang, warna coklat/hitam/hijau, tidak mengapung) 
Ø  Ujung ekor tidak geripis, tidak membengkak dan warna garis terangnya putih, tidak kusam.
Ø  Ekor dan kaki jalan tidak menguncup
Ø  Insang jernih dan bersih
Ø  Kondisi isi usus penuh dibawah sinar, dan  tidak terputus-putus

7.2.3. Pencegahan penyakit udang

Ø  Keringkan tambak hingga tanah retak-retak, kupas lapisan dasar bagian lumpur organik atau dilakukan pembalikan untuk tekstur dasar dominan pasir hingga kedalaman 30 cm. 
Ø  Air media dipersiapkan dengan          cara didesinfeksi terlebih dahulu dengan kaporit 30 ppm, kemudian dinetralkan dengan menghidupkan kincir selama 3 hari.
Ø  Sebelum penebaran benih, pastikan bahwa air telah netral, dan fitoplankton harus sudah menunjukkan tanda pertumbuhan (dasar tambak tidak terlihat) untuk menghindari pertumbuhan klekap.
Ø  Apabila klekap tumbuh dapat dikendalikan dengan memasukkan ikan bandeng ke petakan tambak. Kepadatan bandeng disesuaikan dengan ukuran tambak, kelebatan klekap/lumut dan ukuran bandeng. Umumnya padat tebar bandeng sekitar 50 - 100 ekor  per hektar dengan ukuran glondongan (5 – 7).
Ø  Gunakan benih yang telah dipilah ukurannya dan telah di PCR dengan hasil negative untuk virus WSSV dan IHHNV. 
Ø  Tambak yang terserang penyakit harus segera diobati,  kincir air yang berputar cepat akan mampu menerbangkan partikel air hingga 6 m ke udara dan tertiup angin keluar tambak.
Ø  Peralatan yang terkena penyakit dapat dicuci dengan kaporit sebanyak 100 ppm.
Ø  Tambak yang udangnya mati terkena virus tidak boleh dibuang langsung ke laut atau ke dalam sistem resirkulasi, tetapi dengan terlebih dahulu mengaplikasikan kaporit 40 ppm (bila air keruh) atau 30 ppm (bila air telah mengendap).


Tabel 12. Standar kesiapan tambak pada penebaran benih udang

No.
Parameter
Kondisi
Cek
1
Persiapan tambak
Pengupasan, pembalikan
V
2
Desinfeksi air media
Kaporit 30 ppm
V

Pertumbuhan fitoPlankton
Air berwarna kehijauan, kecerahan 50 – 60 cm
V
4
Pertumbuhan klekap dasar dan ganggeng
Tidak ada
V
5
Benih
Ukuran > 12 mm, seragam, fisik baik, lolos uji PCR terhadap WSSV dan IHHNV
V


Tabel 13. Jenis penyakit umum dan teknik  pengobatannya
Jenis penyakit
Gejala/ ciri-ciri
Pengobatan
Pengendalian
MBV (Monodon
Udang tidak seragam,
Vitamin C 1 g/kg  pakan 
Membuang udang yang
Baculo Virus)
Pertumbuhan lambat
selama 3 bulan (vitamin C coated, seperti Ascorbic acid mono/poli phosphat)
berukuran ekstrim kecil setelah 20 hari pemeliharaan di pentokolan
IHHNV (Infectious Hypodermal and Hemataopoietic Necrosis Virus)
Ukuran udang tidak seragam ekstrim, porsi udang kecil lebih dari 30% dari populasi
Vitamin C 3 g/kg pakan (vitamin C coated)
Pemilihan benih bebas virus dengan PCR
WSSV (White Spots Syndrome Virus)
Udang berenang ke tepi pematang. Berenang abnormal. Terdapat bercak di bagian karapas atau sudah menyebar seluruh tubuh. Secara mikroskopis terlihat bercak putih dengan bentuk bunga dan inti kehitaman.
Vitamin C 1-3 g/kg pakan selama 3 hari Peptidoglycan 0.2 mg/kg udang/ hari selama 2–3 bulan Fucoidan (ekstrak rumput laut) 60–100 mg/ kg udang/ hari selama 15 hari
Memilih benih bebas virus dengan PCR. Aplikasi air steril Aplikasikan pagar keliling
Vibriosis
Bercak hitam pada kulit, kotoran mengapung, hepatopancreas putih/ kemerahan
Vitamin C 1-3 g/kg pakan selama 3-5 hari
Buang lapisan air dasar, sifon lumpur dengan hati-hati pada siang hari. Tumbuhkan fitoplankton
Lumutan
Kulit seperti berbulu, tubuh keropos/kusam, insang kotor
Saponin 10-15 ppm, dengan catatan udang kondisi sehat, umur udang lebih 30 hari. Perlakuan saponin setelah ganti air.
Buang lapisan lumpur organik dan ganti air sekitar 30%. Setelah saponin netral dapat dipelihara bandeng/nila jantan 100 ekor/ha.
Insang hitam
Insang udang berwarna
Vitamin C 1 g/kg pakan.
Hindarkan pertumbuhan
(bakterial,
coklat hingga kehitaman

klekap. Kendalikan
parasiter,


populasi alga dengan
penempelan


mengatur kecerahan
kotoran)


air. Pembuangan lumpur dasar. Ganti air sekitar 10-30%.
Penyebab belum diketahui, dapat ditemukan dengan pengamatan reguler 10 hari
Tanpa gejala visual Sel insang membengkak (mikroskopis 40 x 10) gejala Fisiologis dan virus 
Vitamin C 2 g/ kg pakan  selama 3 hari berturut turut
Pergantian air  20 – 30% Pergantian jenis  pakan


7.3. Perlakuan pada  abnormalitas non patogenik

Kulit kotor/insang kotor : sebagai akibat  parasit, dan  dasar tambak kotor oleh sisa pakan.  Cara mengatasinya dengan mengganti air   50 - 70 % dan dasar dibersihkan melalui central drain, menambah jumlah kincir.  Air yang jernih pada saat bulan pertama akan merangsang tumbuhnya klekap dasar yang kemudian akan terjadi kematian klekap ini dan menyebabkan pelumpuran organik di dasar tambak. Menghindari pertumbuhan klekap dilakukan dengan pemupukan yang sesuai serta menginokulasi bibit fitoplankton.

Anggota tubuh tidak lengkap : akibat terlalu padat,  kurang makan, bila menghitam akibat terserang bakteri. Cara mengataasinya dengan meningkatkan daya dukung  tambak :  penggantian air, penambahan jumlah kincir, frekuensi dan jumlah pakan yang tepat dan tambahkan  feed additive (Vitamin C).

Udang keropos : karena  kurang makan/tidak mau makan,  kualitas pakan kurang baik, mungkin sudah tengik,  kualitas air memburuk,  kurang kalsium, lama tidak ganti kulit.  Pengobatan : perbaikan kualitas air dan dasar tambak, perbaiki perhitungan populasi udang,  evaluasi  perbaikan nafsu makan bila masih rendah, berikan atraktan/feed  additive.

Udang berenang abnormal : Insang merah jambu (kurang oksigen),: bila berbuih, ganti air lalu tambah jumlah kincir  agar minimal 4 ppm pada pagi hari. Insang kotor permanen coklat (protozoa); ganti air dan perbaiki kualitas  dasar.  Insang temporer hitam (karena lumpur atau bakteri), tutup insang membuka karena kontaminasi racun plankton, seperti  Dinoflagellata Psecothrixcola.   Cara mengatasinya lakukan pergantian air dan perbaiki dasar tambak.

Usus dan hepatopancreas (HP) abnormal :   Usus kosong  atau isi usus terputus-putus, karena  air kurang oksigen, jenis pakan tidak sesuai, pakan rusak, atau nafsu makan hilang karena dasar tambak kotor.  Kotoran berupa lendir seperti putih susu, disebabkan karena  memakan bangkai, atau kurang pakan. Bila kotoran putih dan mengapung, HP putih/hijau  muda  karena vibriosis (bakteri), maka perlu dilakukan perbaikan lingkungan, pengaturan dosis pakan dan pemberian vitamin C.

7.4. Pencegahan umum

Air pemeliharaan diusahakan bebas kontaminasi  virus dengan melakukan pengendapan, penyaringan air yang masuk dan perlakuan  Kaporit 30 ppm.
Penumbuhan fitoplankton sebagai penyerap racun dan suplai vitamin C dan B12.

Pemberian antibiotika dilakukan bila > 2 % populasi memiliki gejala infeksi bakteri. Gunakan jenis antibiotika yang tidak termasuk ‘antibiotik’ terlarang, terutama oleh negara Eropa, Amerika dan Jepang. Pemberian pakan  melalui teknik pelapisan (coating) dengan  binder  telur atau kanji (0.16 %) atau agar-agar. Dosis obat : 2 ppm biomassa  udang, 2 kali sehari  hingga 3 hari berturut-turut (contoh 2 gr/kg pakan). Jenis antibiotika OTC, Erythromycine, Kanamycine.

Pemberian vitamin C (immunostimulant), E (Antioksidan) dan Vitamin A (penghilang stress), B12 (nafsu makan),  minyak cumi atau minyak ikan (attraktan, sumber Omega 3),  untuk pertumbuhan dan energi semuanya diberikan melalui teknik coating/pelapisan.  Vitamin C atau Vitamin B yang dapat larut di air  dapat diberikan melalui  proses osmosis. Vitamin dilarutkan dan air sebanyak 2 – 3 % dari volume  ikan rucah potong segar yang belum direndam.  Campurkan selama 2 jam, setelah meresap diberikan.

Populasi udang dikatakan mengalami serangan penyakit dan harus dilakukan tindakan apabila udang yang abnormal mencapai lebih dari 2 % populasi dan dikatakan sudah parah dan mempertimbangkan panen  bila lebih dari 10%.

Khusus untuk gejala serangan virus (misalnya bercak putih dan sel-sel hipertrofi) walaupun dalam jumlah sedikit, harus segera diambil tindakan. Apabila udang terlihat bercak tetapi masih terlihat bersih bagian insangnya dapat ditingkatkan kesehatannya dengan mengganti air dengan air kualitas baik dan menambah kincir dan pemberian vitamin C, serta  menyedot lumpur dasar. Tetapi apabila selain bercak putih juga udang terlihat berlumut harus segera dilakukan isolasi dan pemanenan.

Perhitungkan :
Beberapa faktor yang harus  diperhatikan sebelum penebarana udang antara lain: musim hujan dan pengaruhnya pada  kondisi hidrografis lokasi tambak setempat, seperti kekeruhan, fitoplankton, tanah masam/pirit, kematian organisme di sekitar lokasi dan sejarah pemanfaatan tambak (berapa tahun operasional, tingkat teknologi yang digunakan dll). 

7.5. Teknik sampling, pencatatan dan analisis  data

7.5.1. Monitoring bakteri  air

Analisis bakteri air harus dilakukan dengan cara aseptik; botol samPLe yang sudah steril yang disimpan dalam PLastik steril dikeluarkan dan dibuka serta ditutup di dalam  air. Sampel harus diambil pada wilayah yang mewakili 70% kondisi tambak misalnya di daerah pinggir, kedalaman 50 cm, berarus dan jauh dari pintu pembuangan.

7.5.2. Monitoring kesehatan udang

Ø  sebelum pakan diberikan untuk memantau yang tidak normal atau tidak sehat
Ø  setelah memberi makan untuk memantau yang masih memiliki nafsu makan baik

Titik Pengamatan :
Ø  Dilakukan di daerah pinggir pematang (setiap saat), didaerah titik mati (central drain atau daerah kotor)
Ø  Dengan jala, 7-10 hari sekali, pada saat sampling rutin.
Ø  Bila kasus penyakit sering/banyak terjadi, perlu dilakukan analisis laboratoris

 Analisis penyakit bakterial dan jamur  dapat dilakukan di laboratorium. Sampel sebaiknya dalam keadaan hidup. Bila sampel sudah mati (kematian kurang dari 15 menit) harus dimasukkan ke dalam plastik steril berlabel, dimasukkan kedalam thermos es dengan suhu maksimum 2o C,  paling lama  24 jam.

Pengamatan khusus parasit Protozoa pada kulit atau insang spesimen/ potongan udang dapat diamati dengan mikroskop 10 x 10  atau dimasukkan ke dalam larutan formalin 10 % bila hendak dikirim ke laboratorium.

Sampel untuk analisis PCR  bagi pemeriksaan virus (misalnya WSSV) harus dimasukkan ke dalam larutan Ethanol  70 %, dengan volume udang : ethanol = 1 : 9, atau dalam formalin 10 % dalam botol berlabel untuk benih – tokolan (juwana). Bila udang berukuran lebih dari  3 gram, udang harus dipotong dan dimasukkan dalam larutan pengawet (fiksatif).  Setelah 1 x 24 jam, Ethanol diganti seluruhnya.  Udang sebagai spesimen uji WSSV  harus diambil secara acak. Untuk pembuktian dapat diambil secara terpilih dari udang yang sekarat/stres atau baru mati dipinggir pematang.

Udang bagi pengujian virus MBV  dan IHHNV dapat dipilih dari subpopulasi yang berukuran ekstrim kecil dan berkulit kusam. Pengkodean label harus singkat namun memberi kemampuan kita untuk melacak kejadian dengan mudah, sebagai contoh:

Daerah ; Desa Serangan, Kabupaten Demak, Tambak  A1 atau pemilik, Januari 27, tahun 2006, Status tambak (Sakit - S, Normal - N)  Portozoa/Bakteri, Virus, Ulangan/sampel ke 2.

Maka kode dapat dibuat :  Serangan - Demak/A1/01-27-06/S/n-2

VIII. PENDUGAAN POPULASI DAN PENENTUAN PAKAN

Pendugaan populasi udang yang dipelihara merupakan faktor dengan tingkat kesulitan yang tinggi karena harus dilakukan secara berulang-ulang dan dengan cara yang tepat. Kegiatan ini akan sangat menentukan jumlah pakan yang harus diberikan dan pada teknisi yang berpengalaman juga akan digunakan sebagai acuan  strategi manajemen air dan lumpur didasar tambak.    

8.1. Sampling
8.1.1. Waktu sampling

Ø  Waktu pelaksanaan sampling idealnya pagi hari jam 07.00 atau sore setelah jam 16.00, kincir dimatikan setengah jam sebelum sampling, diadakan penundaan pemberian pakan sampai setelah sampling dilakukan dengan tujuan supaya udang tersebar merata keseluruh areal. 
Ø  Sampling dilakukan setiap 7 hari sekali, dan              tidak dilakukan pada saat kondisi moulting massal.
Ø  Ukuran mata jala kecil untuk udang umur 1 – 2 bulan dan ukuran mata jala normal rantai timbal yang berat (3 kg) untuk umur udang lebih dari  2 bulan. 
Ø  Sampling pertama sebaiknya dilakukan pada saat udang umur 1 bulan (tebar tokolan), umur 1,5 bulan (tebar PL 12).

8.1.2. Lokasi sampling

·         Frekuensi penjalaan dilakukan beberapa kali sehingga luas penjalaan mencakup 2% - 4% luas tambak 7;3
·         Agar mewakili penjalaan dilakukan didepan dan dibelakang kincir,  
·         Kepadatan udang/m2  di kali dengan faktor koreksi  sebesar 0.7 hingga 0,8.

8.1.3. Teknik perhitungan

·                     Menentukan luas jala didarat (3,14 x r2), bila timahnya berat dikurangi 20%, contoh bila didarat 6 m2, maka luas basah adalah 4,8 – 5 m2, juga perlu dipertimbangkan bila air lebih dari 1,2 m dengan faktor koreksi 25%.
·                     . Jumlah udang (ekor/m2) dikalikan luas yang  dihuni udang, sama dengan populasi.
·                     Sebaiknya pelaksanaan penjalaan untuk sampling dilakukan oleh satu orang dan luas penjalaan harus stabil.
·                     Dalam proses sampling teknisi harus memperhatikan luas bukaan jala pada setiap tebar jala.
·                     Jumlah penjalaan untuk masing – masing luas;
                                          i.    3000 m2 – 5000 m2, dilakukan 9 kali penjalaan.
                                         ii.    5000 m2 – 10.000m2, dilakukan > 10 kali penjalaan.

8.1.4. Teknik perhitungan

·         Menentukan luas jala didarat (3,14 x r2), bila timahnya berat dikurangi 20%, contoh bila didarat 6 m2, maka luas basah adalah 4,8 – 5 m2, juga perlu dipertimbangkan bila air lebih dari 1,2 m dengan faktor koreksi 25%.
·         Sebaiknya pelaksanaan penjalaan untuk sampling dilakukan oleh satu orang dan luas penjalaan harus stabil.
·         Dalam proses sampling teknisi harus memperhatikan luas bukaan jala pada setiap tebar jala (Gambar 22).  

 Catatan :          hasil sampling udang yang dibawah ukuran standar sebaiknya disortir dan tidak dimasukkan data.

8.1.5. Pendugaan dan perkiraan biomassa
·         Data hasil sampling dikelompokkan berdasarkan lokasi titik sampling & hasilnya menentukan homogenitas ukuran populasi.
·         Populasi x ABW (berat rata – rata) = total biomassa
·         Bila ukuran udang terlihat bervariasi, maka udang dipilah berdasarkan perkiraan ukuran dihitung & ditimbang jumlahnya masing – masing kelompok dan dihitung prosentasenya karena akan menentukan strategi pemberian pakan (frekuensi dosis dan ukuran).

8.2. Penentuan dosis dan frekuensi pakan

Dosis, diet (nomor pakan), dan frekuensi pemberian pakan dilakukan sesuai dengan umur dan ukuran udang, seperti tabel 14.

Tabel 14.  Pemberian pakan yang disesuaikan dengan umur dan ukuran udang
   
Umur Udang (hari)
Berat Rata-rata Udang (gr)
Diet Pakan atau (No. Pakan)
Dosis Pakan (%)
Frekuensi Pemberian per hari (kali)
Respon Udang dalam Anco (jam)
1 – 15 16 – 30 31 – 45 45 – 60 61 – 75 76 – 90 91 – 105 106 – 120
0,005 – 1,0 1,1 – 2,5 2,6 – 5,0 5,1 – 8,0 8,1 – 14,0 14,1 – 20,0 20,1 – 26,0 26,1 – 30,0
I (1) I (1+2) I+II (2+3) II (3+4) II (3+4) II (4) II+III(4+5) III (5+6)
75 – 25 25 – 15 15 – 10 10 – 7 7 – 5 5 – 3 5 – 3 4 – 2
2 – 3 2 – 3 3 – 4 3 – 4 4 – 5 4 – 5 4 – 6 4 – 6
2,5 – 3,0 2,5 – 3,0 2,0 – 3,0 2,0 – 2,5 1,5 – 2,0 1,5 – 2,0 1,0 – 1,5 1,0 – 1,5

Keterangan : Angka Romawi I – III adalah penomoran untuk “Diet Pakan” (Diet I =Starter, Diet II = Grower, Diet III = Finisher). Angka 1 s/d 6 adalah merupakan pecahan ukuran pakan dari pihak pabrik dengan istilah “Nomor Pakan”.

Tabel 15 . Pengaturan diet setelah melihat respon udang di anco

Terlihat
Perlakuan
Habis
Tambah diet berikutnya  5 %
Sisa < 10 %
Berikutnya Tetap
Sisa 10 –25 %
Kurangi diet berikutnya 10 %
Sisa 25 – 30 %
Kurangi diet berikutnya  30 %
Sisa 50 %
Kurangi diet berikutnya 50 %


8.2.1. Pengaturan pemberian pakan

Ø  Penghitungan jumlah pakan bisa dilakukan dengan FCR balik yaitu dengan membagi FCR yang sudah ditargetkan dengan membagi masing – masing bulan (bulan I – IV).
Ø  Pemberian pakan pada benih yang baru       ditebar dihitung sebagai contoh 100.000 PL X 0,01 gr = 1.000 gr. Untuk tambak yang gersang (miskin pakan alami) diberikan 100% biomass setiap kali makan (1 kg). Untuk tambak yang kaya akan zooplankton pemberian 50% biomass.
Ø  Cara pemberian pakan, pada bulan awal pemeliharaan pakan dalam bentuk crumble, maka perlu dibasahi sedikit agar  tidak tertiup angin, serta mudah tenggelam ke dalam air.

Pemberian pakan dapat ditambahkan atau dikurangi dari pakan yang seharusnya apabila berada pada kondisi sebagai berikut :

Ø  5 – 7 hari menjelang purnama pakan ditambah 10%.
Ø  Pada saat purnama atau        kondisi moulting massal yang ditandai dengan banyaknya cangkang yang ditemui dipermukaan air atau di ancho, maka pakan dikurangi sebanyak 10 - 20%.
Ø  Pada saat suhu kurang dari 250 C (pada kondisi dini hari/musim bediding sekitar Juli – September di pulau Jawa) pakan  dikurangi 30%.
Ø  Penurunan kualitas air seperti : pH lebih dari 8,9; alkalinitas kurang dari 100 ppm; oksigen kurang dari 2,5 ppm pakan diberikan sesuai dengan laju konsumsi di anco dan aktivitas udang mencari pakan disepanjang pematang (Tabel 13).

Bila didapati kelompok ukuran udang yang berbeda pada bulan kedua atau ketiga, udang besar diberi pakan sesuai dengan prosentase populasinya, setengah jam kemudian diberikan untuk porsi udang yang kecil. Cara kedua pakan dibagi atas porsi masing–masing ukuran dan diberikan serentak.

8.2.2. Istilah pada perhitungan  populasi dan pertumbuhan

a. Pengertian Istilah ABW (Average Body Weight)---Adalah berat rata-rata udang hasil sampling ABW  (gram/ ekor)  = berat udang satu jala  : jumlah udang satu jala ADG (Average Daily Gain)---Adalah pertambahan berat-rata-rata harian yang biasanya dihitung setiap 10 hari ADG (gram/ekor/hari)  = (ABW  sekarang - ABW 10 hari sebelumnya) : 10 

1.    (Survival Rate - Kelangsungan Hidup)---Adalah perkiraan tingkat kehidupan udang sekarang dibandingkan  saat penebaran.  SR (%) = ((Jumlah populasi/ jala x luas tambak) : jumlah Penebaran)  x 100 %
2.    Tabel  isian  harian Sebuah papan pencatatan data harian  harus ditulis di papan tulis putih (White board) dengan isi data yang mencerminkan perkembangan kondisi tambak minimal hingga 4 hari ke belakang.   Penulisan hendaknya  menggunakan spidol/marker white board hitam atau hijau sedangkan hal-hal kritis  seperti DO rendah, temperatur rendah atau sisa pakan  dicatat oleh spidol berwarna merah.

T g l
Nafsu makan di anco
Perkiraan Biomas
Jumlah pakan
Kece­rahan (cm)
Warna Air/trans­paransi (cm)
pH
D.O pagi
Temp/ salinitas
% ganti air

Jam
Sisa
Jam
Jml
T
S




























 Contoh tabel isian harian



IX. PENENTUAN DAN STRATEGI PANEN

Panen merupakan kegiatan akhir dalam suatu proses produksi. Keuntungan serta keberhasilan akan ditentukan pada kegiatan ini. Banyak faktor teknis dan pertimbangan pasar yang harus diperhitungkan dalam pelaksanaan panen yang akan diuraikan pada petunjuk di bawah INI :

9.1. Pertimbangan panen

Ada dua pertimbangan utama dalam menentukan panen, yaitu faktor internal dan eksternal.

Pertimbangan internal tambak, antara lain :
Ø  menurunnya daya dukung lingkungan
Ø  pertumbuhan udang melambat
Ø  adanya gejala penyakit
Ø  masa pemeliharaan telah mencukupi

Pertimbangan eksternal, antara lain :

Ø  Faktor keamanan
Ø  Musim/cuaca
Ø  Harga pasar
Ø  Kondisi pasang surut
Ø  Kualitas air pasok tidak mendukung
Ø  Adanya wabah penyakit di sekitar tambak


9.2. Penentuan waktu panen

Panen sebaiknya dilakukan pada malam hari agar udang yang dipanen tidak cepat rusak karena suhu tinggi. Sebagai konsekuensinya sarana penerangan harus disediakan dalam jumlah yang cukup. Apabila konstruksi tambak ideal, dan sarana panen mencukupi maka panen dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan.

Pemanenan juga harus memperhatikan cuaca  dan periode bulan.  Pada musim hujan atau bulan purnama banyak udang yang berganti kulit/molting sehingga harus dipertimbangkan agar harga udang dapat dijual dengan harga maksimal. Pemanenan setelah musim udang molting adalah yang terbaik.

9.3. Strategi pelaksanaan

a.    Mengurangi udang molting

Ø  Pergantian air dalam jumlah diatas normal maksimum dilakukan 3 hari sebelum panen.
Ø  Bila didapati  banyak udang molting (> 5%), maka semalam sebelum panen tambak diberi  kapur, sebanyak 2 ppm, bisa diulangi dengan dosis yang sama 5 jam sebelum panen bila kondisi udang masih banyak yang lunak. Dengan cara ini kulit udang akan cepat mengeras.

b.    Teknik sampling untuk panen

Ø  Untuk mendapatkan taksiran ukuran udang yang mendekati sebenarnya, maka sampling dilakukan  1 jam sebelum pemberian pakan
Ø  Keseragaman ukuran udang pada saat panen dapat dilakukan dengan sortasi terhadap udang kecil (undersize), 1.5 bulan sebelumnya melalui penjalaan berkali-kali.

c.    Teknik panen
Panen harus dilakukan secepat mungkin dengan perhitungan sarana telah tersedia dalam jumlah yang cukup diantaranya :

Ø  Pintu air yang dapat dipasangi jaring kantung panen
Ø  Pagar bambu (kerei) rapat sebagai pencegah lolosnya udang
Ø  Pompa bantu untuk mempercepat pengeringan tambak
Ø  Wadah pencucian udang secara cepat
Ø  Wadah pendinginan 500 liter berisi es sehingga udang mati pada suhu  tubuh 5o C.

Air diturunkan hingga tinggal 50 %,  selanjutnya saringan kantung dipasang di luar pintu air. Agar arus air tidak terlalu deras, perbedaan air di dalam dan  saluran diusahakan maksimum hanya  40 cm sehingga udang tidak rusak.

Beberapa tambak sulit dikeringkan secara gravitasi.  Untuk tambak seperti ini dapat dilakukan penjalaan pada daerah yang jauh dari pintu air panen pada saat air tambak tinggal 30 cm (Gambar 24). Kemudian, perlu diusahakan agar udang dapat mengumpul disekitar pintu. Mengoperasikan jaring angkat/branjang (lift net) dapat membantu mempercepat pemanenan.

d.    Cara penjualan
Ø  Dijual langsung ke cold storage
Ø  Dijual dengan sistem lelang
e.    Pasca panen
Udang akan berkualitas baik di tangan konsumen akhir apabila sejak panen ditangani  dengan teknik yang standar, antara lain:
Ø  Mengangkut udang dari tambak secepatnya  untuk dibersihkan
Ø  Membilas udang dengan air bersih
Ø  Mematikan udang dengan air es (es curah) pada suhu 10o C selama 3 – 5 menit
Ø  Memilah udang berdasaran ukuran dan kualitas (Gambar 25)
Ø  Segera menimbang udang 
Ø  Memberi es pada udang yang telah dipilah dengan berselang masing­masing setebal 10 cm.

Dengan cara di atas,  penurunan kualitas dan rasa udang hampir tidak terjadi dan pembeli di luar negeri akan menghargainya dengan memberi harga lebih tinggi.

X. ANALISA USAHA UDANG WINDU

Analisa usaha secara sederhana untuk usaha budidaya udang windu dengan teknologi intensif dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini.

Tabel 16. Analisa Usaha Budidaya Udang Windu Teknologi Intensif

No.
Komponen
Jumlah
Nilai Satuan
Harga/Unit (Rp.)
Jumlah (Rp.)
I
Investasi





Sewa tambak (1,5 ha/th)
 1,5
ha
3.000.000,-
4.500.000,-

Pompa 6” lengkap
2
unit
4.500.000,-
9.000.000.­

 Kincir berangkai
2
unit
6.000.000,-
12.000.000,-

Peralatan lapangan (jala, ember dll)
1
paket
1.000.000,-
1.000.000,-

Perbaikan konstruksi tambak
 1,5
hektar
2.000.000,-
3.000.000,­

 Jumlah I



29.500.000,­






II
Biaya Operasional/siklus (5 bulan)




a.
Biaya tetap





Sewa tambak (1 ha/siklus)



2.250.000,­

 Penyusutan pompa (10%/siklus)



1.700.000,­

 Penyusutan kincir (10%/siklus)



2.500.000,­

 Penyusutan peralatan lapangan (25%/siklus)



250.000,­

 Penyusutan kontruksi tambak (25%/siklus)



750.000,-

Jumlah II a



7.450.000,­






b
Biaya tidak tetap (biaya variabel)





 Persiapan lahan
1,5
ha
1.000.000,-
1.500.000,­

Benih
300.000
ekor
35,-
10.500.000,­

Pakan
7.000
kg
9.200,-
64.400.000,­

Probiotik
200
liter
40.000,-
8.000.000,­

Kaporit
70
galon
135.000,-
9.450.000,­

 Inokulan plankton
20
ton
35.000,-
700.000,-

Pupuk an organik
200
kg
1.600,-
320.000,­

Kapur
2.000
kg
450,-
900.000,­

BBM (kincir, pompa dll)
 5.000
liter
5.000,-
25.000.000,-

Tenaga kerja (2 x 5 orang)
10
OB
750.000,-
7.500.000,­

 Biaya panen
2
unit
1.000.000,-
2.000.000,-

Jumlah II b



130.270.000,­

 Total biaya operasional (IIa+IIb)





Per siklus (5 bulan)



130.270.000,­

Per tahun (2 siklus)



260.540.000,­


III
Produksi




Kelangsungan hidup 65% ukuran panen 35 gram/ekor, harga jual Rp. 50.000,-/kg, produksi 2 kali pertahun




Pendapatan dari produksi :




65% x 300.000 ekor x 25 gram (persiklus)
4.875 kg
50.000,-
243.750.000,­

Per tahun 2 siklus
9.750 kg
50.000,-
487.500.000,­





IV
Suku bunga investasi per tahun
20
%
5.900.000,­
V
Keuntungan bersih sebelum pajak




 Per hektar/sikuls


113.480.000,­

Per hektar/tahun (2 siklus)


226.960.000,­
VI
Rentabililitas ekonomi


78%
VII
B/C Ratio


1.87
VIII
Pay back periode(tahun)


1.2

Keterangan :
Dinilai dari rentabilitas ekonomi (78% > 20%) dan B/C ratio (1,87 > 1), maka usaha budidaya udang windu intensif layak dilakukan. Tentu saja harus menerapkan seluruh standar prosedur yang dipersyaratkan.

Sumber Tulisan:
Buku PENERAPAN BEST MANAGEMENT PRACTICES (BMP)
PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon Fabricius) INTENSIF
Departemen Kelautan dan Perikanan
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau
Jepara 2007

Dowload Pdf Budidaya Udang Windu Intensif

Tidak ada komentar: