VII.
MANAJEMEN KESEHATAN UDANG
">
Udang yang sehat
dicirikan oleh fungsi fisiologis yang normal, dan secara fisik dapat terlihat
dari pola nafsu makan, pertumbuhan,
kebersihan dan kelengkapan organ dan
jaringan tubuh. Udang akan tetap dalam
kondisi sehat selama lingkungan masih mampu memberikan kondisi yang optimal dan
mampu mentolerir beban polusi internal sebagai hasil degradasi input produksi
(kotoran udang, alga yang mati dan sisa pakan).
Penyakit pada umumnya mulai terjadi pada
bulan kedua pemeliharaan, terutama pada tambak yang sejak awal mengalami
kesulitan menumbuhkan fitoplankton, sehingga klekap tumbuh yang kemudian mengalami
kematian. Kemampuan mengendalikan faktor penyebab stress dan antisipasi yang
tepat terhadap potensi serta gejala sakit akan menentukan kualitas dan
kuantitas udang pada akhir masa pemeliharaan hingga panen.
Hampir semua kunci manajemen kesehatan adalah pencegahan, namun tidak
menutup kemunginan dilakukannya pengobatan asal tidak menggunakan jenis obat
yang termasuk kategori terlarang untuk produk perikanan, seperti kloramfenikol
dan nitrofuran.
7.1. Penyakit udang
Jenis penyakit yang
menyerang udang windu adalah penyakit viral, bakterial, parasiter dan faktor
abiotika lainnya. Akibat serangan
patogen pada udang dapat mengakibatkan kerugian secara ekonomi karena terjadi
kematian atau karena penampilan udang yang kurang menarik, seperti berlumut, geripis
dan lain lain.
Diantara jenis
penyakit yang paling banyak membawa kerugian karena terjadinya kematian adalah
akibat penyakit bercak putih viral (WSSV). Penyakit jenis ini paling banyak
ditemukan dan mengakibatkan kematian masal pada budidaya udang windu, baik
teknologi intensif, semiintensif dan sederhana. Penyakit bakterial, meskipun
juga ditemukan tetapi tidak banyak mengakibatkan kerugian ekonomis, demikian
juga penyakit yang disebabkan oleh parasit.
7.1.1. Penyakit viral
a. Penyakit bercak putih viral (White Spots
Syndrome Virus, WSSV)
Penyakit yang paling sering ditemukan terkait
dengan kematian adalah penyakit bercak putih viral. Udang yang terserang
penyakit ini menunjukkan tanda adanya bercak putih di seluruh tubuhnya, dari
karapas hingga pangkal ekor. Penyebab penyakit bercak putih viral adalah White Spots Syndrome Virus (WSSV), yang
termasuk keluarga Nimaviridae.
Udang yang terserang virus bercak putih
biasanya terlihat lemah, berenang ke tepi dan mati. Kematian masal umumnya terjadi
dalam jangka waktu 3 hari sejak gejala pertama ditemukan. Apabila selain bercak
putih udang juga berlumut, maka udang harus segera dipanen sebelum terjadi
kematian lebih banyak. Apabila udang terserang masih kelihatan bersih, insang
juga bersih maka perlakuan perbaikan kualitas lingkungan, pemberian vitamin C
dan pemberian ikan rucah untuk merangsang nafsu makan, masih dapat membantu
untuk penyembuhan.
b. Infeksi Monodon Baculo Virus (MBV)
Jenis virus MBV
merupakan jenis virus yang umum ditemukan dalam budidaya udang pada sekitar
tahun 1990, dan dikenal sebagai penyebab penyakit kematian udang umur 1 bulan
(one month dead syndrome). Akibat serangan virus, banyak tambak yang gagal
panen dan mengalami kematian prematur (Tabel 9)
Tabel 9. Jenis-jenis virus yang
menginfeksi udang Penaeid
No.
|
Virus
|
Ukuran (nm)
|
Asam nukleat
|
Kelas
|
Mortalitas
|
1
|
BMN
(Baculovirus mid gland necrose)
|
~75x300
|
DsDNA
|
Baculovirus,
non-occluded
|
90%
|
2
|
BP (Baculovirus penaeid)
|
55-75x~300
|
dsDNA
|
Baculovirus,
occluded
|
100%
|
3
|
HPV
(Hepatopancreatic parvo-like virus)
|
22-24
|
ssDNA
|
Parvovirus
|
50%
|
4
|
IHHNV (Infectious hematopoietic and
hypodermal necrotic virus
|
22
|
ssDNA
|
Parvo virus
|
80-90%
|
5
|
MBV
(monodon baculovirus)
|
~75x300
|
dsDNA
|
Baculovirus,
occluded
|
85%
|
6
|
WSBV (white spot baculovirus)
|
~80x270
|
dsDNA
|
Baculovirus,
nonoccluded
|
100%
|
7
|
TSV
(taura syndrome virus)
|
30-32
|
ssRNA
|
Picornavirus
|
80-95%
|
8
|
YHV (yellow head virus)
|
44x173
|
ssRNA
|
?
|
100%
|
Tabel 11. Inang yang
terinfeksi virus RNA secara alami maupun eksperimental
No.
|
Spesies
|
Virus RNA
|
|
|
|
terinfeksi
|
TSV
|
|
YHV
|
1
|
P. monodon
|
|
|
+++
|
2
|
P.
semisulcatus
|
|
|
|
3
|
P. merguiensis
|
|
|
+/R
|
4
|
P.
indicus
|
|
|
|
5
|
L. stylirostris
|
+/R
|
|
(+++)
|
6
|
L.
vannamei
|
+++
|
|
(+++)
|
Keterangan:
+++
: tingkatan infeksi berat
++
: Tingkatan infeksi sedang
+ :
tingkatan infeksi ringan ( ) : infeksi secara eksperimental, dengan tingkatan serius
ditunjukkan dengan tanda R : resistan pada uji tantang secara eksperimental (R)
dan/atau kegiatan budidaya.
Agensia penyebab :
Monodon Baculo Virus (MBV)
merupakan virus keluarga baculovirus , yaitu virus bentuk batang berbahan
genetik DNA untai ganda (dsDNA, double strand deoxyribonucleic acid). Virus ini
dalam inti sel inang yang terinfeksi membentuk occlusion body. Koloni virion
dengan matriks berupa protein sebagai perekat membentuk kristal seperti bola
dalam inti sel hepatopankreas udang yang terinfeksi (Gambar 15 dan 16). Kristal
virus seperti ini disebut sebagai occlusion body. Inti sel yang terinfeksi virus
umumnya membesar (hypertrophied), berisi beberapa kristal virus yang berbentuk
bulat. Jaringan yang terinfeksi virus selanjutnya akan segera mengalami
kerusakan.
c. Infectious hematopoietic and hypodermal
necrotic virus (IHHNV)
Jenis virus lain yang menginfeksi udang dan
mengakibatkan kerugian adalah IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoietic
Necrosis Virus). Udang yang terinfeksi virus ini tumbuh kerdil (Gambar 18).
Dalam satu tambak dengan ukuran udang kerdil dengan porsi lebih dari 30% kemungkinan
disebabkan oleh IHHNV. Multiinfeksi virus juga dapat terjadi pada satu tubuh
udang, misalnya kombinasi dengan WSSV dan MBV (Monodon Baculo Virus).
Infeksi monodon baculovirus
pada hepatopankreas, terlihat occlusion bodies (tanda panah) pada hepatosit
yang terinfeksi (kiri), sedangkan gambar kanan adalah infeksi hepatopancreatic
parvo-like virus, terlihat inclussion bodies pada inti sel hepatosit.
Virus IHHNV merupakan
virus dengan bahan asam nukleat untai tunggal (ssDNA) dari kelas parvovirus,
yang dicirikan dengan adanya benda inklusi, inclussion body yaitu merupakan
koloni virus dengan tanpa adanya matrik. Inti sel yang terinfeksi virus
biasanya membesar dibandingkan dengan normal.
Diagnosis dilakukan dengan prosedur
histopatologis, jaringan hepatopankreas menggunakan larutan fiksatif Davidson.
Diagnosis positif dengan ditemukannya benda inklusi (koloni virus tanpa
matriks) dalam inti sel yang terinfeksi.
Serangan penyakit dapat mengakibatkan
kematian masal hingga mencapai 100% dalam waktu yang sangat singkat yaitu hanya
2 hari sejak gejala pertama tampak. Udang yang terserang biasanya berenang ke
tepi dekat pematang, lemah, kehilangan nafsu makan dan akhirnya mati.
Agensia penyebab :
Penyebab penyakit adalah WSSV (white spot syndrome virus)
termasuk virus berbahan genetik DNA, non-occluded virus, dan virion berbentuk
batang. Penularan penyakit yang sangat cepat, menyebabkan sulitnya
penanggulangan penyakit. Organisme penular (karier) dapat berupa rebon (mysid
shrimp), udang putih, kepiting, wideng, udang windu sendiri yang menularkan
penyakit secara horizontal. Penularan secara
vertikal dapat terjadi melalui induk menular ke larva.
Diagnosis :
Diagnosis penyakit
yang paling mudah adalah apabila telah terjadi infeksi akut, terlihat dengan timbulnya
bercak putih pada bagian cephalothorax. Pada infeksi dini dapat dilakukan
dengan pemeriksaan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
menggunakan primer spesifik untuk WSSV.
Pengendalian penyakit :
Pengendalian penyakit
dilakukan dengan teknik budidaya sistem tertutup, yang pada prinsipnya sistem
budidaya bebas virus. Sistem ini meliputi penggunaan benih bebas virus dan
lingkungan bebas virus.
Sistem seleksi benih
untuk mendapatkan benih bebas virus dapat dilakukan dengan teknik PCR (polymerase
chain reaction). Benih yang terinfeksi virus harus tidak ditebar karena potensi
terjadi kegagalan panen dan sebagai karier virus.
Penyediaan media (air
media calon pemeliharaan udang) juga harus bebas virus, yang dilakukan dengan
cara melakukan pemberian kaporit (kadar 60%) pada kadar 30-40 ppm. Tujuan
pemberian kaporit adalah membunuh inang (karier) virus dan mematikan virion.
Setelah perlakukan kaporit dilanjutkan dengan menghidupkan aerator selama 3
hari untuk menetralkan air. Pemberian inokulan fitoplankton baik berupa diatoms
(misalnya Skeletonema costatum) atau Chlorella perlu dilakukan karena
fitoplankton biasanya mati pada saat pemberian kaporit.
Cara mengendalikan
penyakit adalah dengan pencegahan, melalui penebaran benih dengan benih bebas
virus. Selain itu apabila ada udang yang pertumbuhannya abnormal dapat
dieliminasi (diambil dan dikeluarkan) dari tambak untuk mencegah penularan ke
udang lain.
7.1.2. Penyakit
bakterial
Kasus penyakit bakterial di tambak yang
paling sering dijumpai adalah terkait dengan udang geripis, insang hitam dan
nekrosis otot. Gejala penyakit bakterial adalah timbulnya daerah luka yang
dikelilingi dengan pigmentasi kehitaman (Gambar 21). Jenis bakteri yang paling banyak ditemukan
terkait dengan penyakit bakterial adalah Vibrio sp. Jenis bakteri selain vibrio
adalah Bacillus sp. Bakteri ini memiliki kemampuan mendegradasi kitin
(chitinoclastic bacteria).
7.1.3. Penyakit
parasiter
Penyakit parasiter
yang ditemukan pada budidaya udang windu secara umum termasuk kategoris
penyakit kulit kotor (fouling disease). Penyebab penyakit antara lain karena
penempelan protozoa dan beberapa jenis alga benang. Jenis protozoa paling
dominan adalah Zoothamnium sp. dan Vorticella sp.
7.2.
Monitoring kesehatan udang
7.2.1. Pengamatan rutin
Pengamatan secara
rutin dilakukan dengan cara melihat kondisi udang di petakan tambak, seperti
pola berenang, ada tidaknya udang berenang ke tepi ada tidaknya bercak, dan
perubahan nafsu makan. Pengamatan lebih teliti dilakukan di anco setiap saat
pemberian pakan untuk melihat populasi dan abnormalitas udang.
Desain anco untuk
monitoring dibuat dengan syarat : lentur, pinggir kurang lebih 10 – 15 cm, luas 80 x 80 cm
(terhitung 100 x 100 cm2).
7.2.2. Pengamatan
visual udang sehat
Ø Gerakan
aktif, berenang normal dan melompat bila
anco diangkat
Ø Respon
positif terhadap arus, cahaya, bayangan dan sentuhan
Ø Tubuh
berwarna cerah, berbelang putih dan hitam yang jelas
Ø Tubuh
bersih, licin, tidak ada kotoran atau lumut menempel
Ø Tubuh
tidak keropos, anggota tubuh lengkap.
Ø Kotoran
(bentuk memanjang, warna coklat/hitam/hijau, tidak mengapung)
Ø Ujung
ekor tidak geripis, tidak membengkak dan warna garis terangnya putih, tidak
kusam.
Ø Ekor
dan kaki jalan tidak menguncup
Ø Insang
jernih dan bersih
Ø Kondisi
isi usus penuh dibawah sinar, dan tidak
terputus-putus
7.2.3. Pencegahan
penyakit udang
Ø Keringkan
tambak hingga tanah retak-retak, kupas lapisan dasar bagian lumpur organik atau
dilakukan pembalikan untuk tekstur dasar dominan pasir hingga kedalaman 30
cm.
Ø Air
media dipersiapkan dengan cara
didesinfeksi terlebih dahulu dengan kaporit 30 ppm, kemudian dinetralkan dengan
menghidupkan kincir selama 3 hari.
Ø Sebelum
penebaran benih, pastikan bahwa air telah netral, dan fitoplankton harus sudah
menunjukkan tanda pertumbuhan (dasar tambak tidak terlihat) untuk menghindari
pertumbuhan klekap.
Ø Apabila
klekap tumbuh dapat dikendalikan dengan memasukkan ikan bandeng ke petakan
tambak. Kepadatan bandeng disesuaikan dengan ukuran tambak, kelebatan
klekap/lumut dan ukuran bandeng. Umumnya padat tebar bandeng sekitar 50 -
100 ekor per hektar dengan ukuran
glondongan (5 – 7).
Ø Gunakan
benih yang telah dipilah ukurannya dan telah di PCR dengan hasil negative untuk
virus WSSV dan IHHNV.
Ø Tambak
yang terserang penyakit harus segera diobati,
kincir air yang berputar cepat akan mampu menerbangkan partikel air
hingga 6 m ke udara dan tertiup angin keluar tambak.
Ø Peralatan
yang terkena penyakit dapat dicuci dengan kaporit sebanyak 100 ppm.
Ø Tambak
yang udangnya mati terkena virus tidak boleh dibuang langsung ke laut atau ke
dalam sistem resirkulasi, tetapi dengan terlebih dahulu mengaplikasikan kaporit
40 ppm (bila air keruh) atau 30 ppm (bila air telah mengendap).
Tabel 12. Standar
kesiapan tambak pada penebaran benih udang
No.
|
Parameter
|
Kondisi
|
Cek
|
1
|
Persiapan
tambak
|
Pengupasan, pembalikan
|
V
|
2
|
Desinfeksi air media
|
Kaporit 30 ppm
|
V
|
|
Pertumbuhan
fitoPlankton
|
Air berwarna kehijauan, kecerahan 50 – 60
cm
|
V
|
4
|
Pertumbuhan klekap dasar dan ganggeng
|
Tidak ada
|
V
|
5
|
Benih
|
Ukuran > 12 mm, seragam, fisik baik,
lolos uji PCR terhadap WSSV dan IHHNV
|
V
|
Tabel 13. Jenis penyakit umum dan teknik pengobatannya
Jenis penyakit
|
Gejala/ ciri-ciri
|
Pengobatan
|
Pengendalian
|
MBV (Monodon
|
Udang
tidak seragam,
|
Vitamin C 1 g/kg pakan
|
Membuang
udang yang
|
Baculo Virus)
|
Pertumbuhan lambat
|
selama 3 bulan (vitamin C coated, seperti
Ascorbic acid mono/poli phosphat)
|
berukuran ekstrim kecil setelah 20 hari
pemeliharaan di pentokolan
|
IHHNV (Infectious Hypodermal and
Hemataopoietic Necrosis Virus)
|
Ukuran
udang tidak seragam ekstrim, porsi udang kecil lebih dari 30% dari populasi
|
Vitamin C 3 g/kg pakan (vitamin C coated)
|
Pemilihan
benih bebas virus dengan PCR
|
WSSV (White Spots Syndrome Virus)
|
Udang berenang ke tepi pematang. Berenang
abnormal. Terdapat bercak di bagian karapas atau sudah menyebar seluruh
tubuh. Secara mikroskopis terlihat bercak putih dengan bentuk bunga dan inti
kehitaman.
|
Vitamin C 1-3 g/kg pakan selama 3 hari
Peptidoglycan 0.2 mg/kg udang/ hari selama 2–3 bulan Fucoidan (ekstrak rumput
laut) 60–100 mg/ kg udang/ hari selama 15 hari
|
Memilih benih bebas virus dengan PCR.
Aplikasi air steril Aplikasikan pagar keliling
|
Vibriosis
|
Bercak
hitam pada kulit, kotoran mengapung, hepatopancreas putih/ kemerahan
|
Vitamin C 1-3 g/kg pakan selama 3-5 hari
|
Buang
lapisan air dasar, sifon lumpur dengan hati-hati pada siang hari. Tumbuhkan
fitoplankton
|
Lumutan
|
Kulit seperti berbulu, tubuh keropos/kusam,
insang kotor
|
Saponin 10-15 ppm, dengan catatan udang
kondisi sehat, umur udang lebih 30 hari. Perlakuan saponin setelah ganti air.
|
Buang lapisan lumpur organik dan ganti air
sekitar 30%. Setelah saponin netral dapat dipelihara bandeng/nila jantan 100
ekor/ha.
|
Insang hitam
|
Insang
udang berwarna
|
Vitamin C 1 g/kg pakan.
|
Hindarkan
pertumbuhan
|
(bakterial,
|
coklat hingga kehitaman
|
|
klekap. Kendalikan
|
parasiter,
|
|
|
populasi
alga dengan
|
penempelan
|
|
|
mengatur kecerahan
|
kotoran)
|
|
|
air.
Pembuangan lumpur dasar. Ganti air sekitar 10-30%.
|
Penyebab belum diketahui, dapat ditemukan
dengan pengamatan reguler 10 hari
|
Tanpa gejala visual Sel insang membengkak
(mikroskopis 40 x 10) gejala Fisiologis dan virus
|
Vitamin C 2 g/ kg pakan selama 3 hari berturut turut
|
Pergantian air 20 – 30% Pergantian jenis pakan
|
7.3. Perlakuan pada abnormalitas non patogenik
Kulit kotor/insang
kotor : sebagai akibat parasit,
dan dasar tambak kotor oleh sisa
pakan. Cara mengatasinya dengan
mengganti air 50 - 70 % dan dasar
dibersihkan melalui central drain, menambah jumlah kincir. Air yang jernih pada saat bulan pertama akan merangsang tumbuhnya klekap dasar
yang kemudian akan terjadi kematian klekap ini dan
menyebabkan pelumpuran organik di dasar tambak.
Menghindari pertumbuhan klekap dilakukan dengan pemupukan yang sesuai serta menginokulasi bibit fitoplankton.
Anggota tubuh tidak lengkap :
akibat terlalu padat, kurang makan, bila
menghitam akibat terserang bakteri. Cara mengataasinya dengan meningkatkan daya
dukung tambak : penggantian air, penambahan jumlah kincir,
frekuensi dan jumlah pakan yang tepat dan tambahkan feed additive (Vitamin C).
Udang keropos : karena kurang makan/tidak mau makan, kualitas pakan kurang baik, mungkin sudah
tengik, kualitas air memburuk, kurang kalsium, lama tidak ganti kulit. Pengobatan : perbaikan kualitas air dan dasar
tambak, perbaiki perhitungan populasi udang,
evaluasi perbaikan nafsu makan
bila masih rendah, berikan atraktan/feed
additive.
Udang berenang abnormal :
Insang merah jambu (kurang oksigen),: bila berbuih, ganti air lalu tambah
jumlah kincir agar minimal 4 ppm pada
pagi hari. Insang kotor permanen coklat (protozoa); ganti air dan perbaiki
kualitas dasar. Insang temporer hitam (karena lumpur atau
bakteri), tutup insang membuka karena kontaminasi racun plankton, seperti Dinoflagellata Psecothrixcola. Cara mengatasinya lakukan pergantian air dan
perbaiki dasar tambak.
Usus dan hepatopancreas (HP)
abnormal : Usus kosong atau isi usus terputus-putus, karena air kurang oksigen, jenis pakan tidak sesuai,
pakan rusak, atau nafsu makan hilang karena dasar tambak kotor. Kotoran berupa lendir seperti putih susu,
disebabkan karena memakan bangkai, atau
kurang pakan. Bila kotoran putih dan mengapung, HP putih/hijau muda
karena vibriosis (bakteri), maka perlu dilakukan perbaikan lingkungan,
pengaturan dosis pakan dan pemberian vitamin C.
7.4. Pencegahan umum
Air pemeliharaan diusahakan bebas
kontaminasi virus dengan melakukan
pengendapan, penyaringan air yang masuk dan perlakuan Kaporit 30 ppm.
Penumbuhan fitoplankton sebagai penyerap
racun dan suplai vitamin C dan B12.
Pemberian antibiotika dilakukan bila > 2 %
populasi memiliki gejala infeksi bakteri. Gunakan jenis antibiotika yang tidak
termasuk ‘antibiotik’ terlarang, terutama oleh negara Eropa, Amerika dan
Jepang. Pemberian pakan melalui teknik
pelapisan (coating) dengan binder telur atau kanji (0.16 %) atau agar-agar.
Dosis obat : 2 ppm biomassa udang, 2
kali sehari hingga 3 hari berturut-turut
(contoh 2 gr/kg pakan). Jenis antibiotika OTC, Erythromycine, Kanamycine.
Pemberian vitamin C (immunostimulant), E
(Antioksidan) dan Vitamin A (penghilang stress), B12 (nafsu makan), minyak cumi atau minyak ikan (attraktan,
sumber Omega 3), untuk pertumbuhan dan
energi semuanya diberikan melalui teknik coating/pelapisan. Vitamin C atau Vitamin B yang dapat larut di
air dapat diberikan melalui proses osmosis. Vitamin dilarutkan dan air
sebanyak 2 – 3 % dari volume ikan rucah
potong segar yang belum direndam.
Campurkan selama 2 jam, setelah meresap diberikan.
Populasi udang
dikatakan mengalami serangan penyakit dan harus dilakukan tindakan apabila
udang yang abnormal mencapai lebih dari 2 % populasi dan dikatakan sudah parah
dan mempertimbangkan panen bila lebih
dari 10%.
Khusus untuk gejala
serangan virus (misalnya bercak putih dan sel-sel hipertrofi) walaupun dalam
jumlah sedikit, harus segera diambil tindakan. Apabila udang terlihat bercak
tetapi masih terlihat bersih bagian insangnya dapat ditingkatkan kesehatannya
dengan mengganti air dengan air kualitas baik dan menambah kincir dan pemberian
vitamin C, serta menyedot lumpur dasar.
Tetapi apabila selain bercak putih juga udang terlihat berlumut harus segera
dilakukan isolasi dan pemanenan.
Perhitungkan :
Beberapa faktor yang
harus diperhatikan sebelum penebarana
udang antara lain: musim hujan dan pengaruhnya pada kondisi hidrografis lokasi tambak setempat,
seperti kekeruhan, fitoplankton, tanah masam/pirit, kematian organisme di
sekitar lokasi dan sejarah pemanfaatan tambak (berapa tahun operasional,
tingkat teknologi yang digunakan dll).
7.5. Teknik sampling,
pencatatan dan analisis data
7.5.1. Monitoring
bakteri air
Analisis bakteri air
harus dilakukan dengan cara aseptik; botol samPLe yang sudah steril yang
disimpan dalam PLastik steril dikeluarkan dan dibuka serta ditutup di
dalam air. Sampel harus diambil pada
wilayah yang mewakili 70% kondisi tambak misalnya di daerah pinggir, kedalaman
50 cm, berarus dan jauh dari pintu pembuangan.
7.5.2. Monitoring
kesehatan udang
Ø sebelum
pakan diberikan untuk memantau yang tidak normal atau tidak sehat
Ø setelah
memberi makan untuk memantau yang masih memiliki nafsu makan baik
Titik
Pengamatan :
Ø Dilakukan
di daerah pinggir pematang (setiap saat), didaerah titik mati (central drain
atau daerah kotor)
Ø Dengan
jala, 7-10 hari sekali, pada saat sampling rutin.
Ø Bila
kasus penyakit sering/banyak terjadi, perlu dilakukan analisis laboratoris
Analisis penyakit bakterial dan jamur dapat dilakukan di laboratorium. Sampel
sebaiknya dalam keadaan hidup. Bila sampel sudah mati (kematian kurang dari 15
menit) harus dimasukkan ke dalam plastik steril berlabel, dimasukkan kedalam
thermos es dengan suhu maksimum 2o C, paling lama
24 jam.
Pengamatan khusus
parasit Protozoa pada kulit atau insang spesimen/ potongan udang dapat diamati
dengan mikroskop 10 x 10 atau dimasukkan
ke dalam larutan formalin 10 % bila hendak dikirim ke laboratorium.
Sampel untuk analisis
PCR bagi pemeriksaan virus (misalnya
WSSV) harus dimasukkan ke dalam larutan Ethanol
70 %, dengan volume udang : ethanol = 1 : 9, atau dalam formalin 10 %
dalam botol berlabel untuk benih – tokolan (juwana). Bila udang berukuran lebih
dari 3 gram, udang harus dipotong dan
dimasukkan dalam larutan pengawet (fiksatif).
Setelah 1 x 24 jam, Ethanol diganti seluruhnya. Udang sebagai spesimen uji WSSV harus diambil secara acak. Untuk pembuktian
dapat diambil secara terpilih dari udang yang sekarat/stres atau baru mati
dipinggir pematang.
Udang bagi pengujian
virus MBV dan IHHNV dapat dipilih dari
subpopulasi yang berukuran ekstrim kecil dan berkulit kusam. Pengkodean label
harus singkat namun memberi kemampuan kita untuk melacak kejadian dengan mudah,
sebagai contoh:
Daerah ; Desa
Serangan, Kabupaten Demak, Tambak A1
atau pemilik, Januari 27, tahun 2006, Status tambak (Sakit - S, Normal -
N) Portozoa/Bakteri, Virus,
Ulangan/sampel ke 2.
Maka
kode dapat dibuat : Serangan -
Demak/A1/01-27-06/S/n-2
VIII. PENDUGAAN
POPULASI DAN PENENTUAN PAKAN
Pendugaan populasi
udang yang dipelihara merupakan faktor dengan tingkat kesulitan yang tinggi
karena harus dilakukan secara berulang-ulang dan dengan cara yang tepat.
Kegiatan ini akan sangat menentukan jumlah pakan yang harus diberikan dan pada
teknisi yang berpengalaman juga akan digunakan sebagai acuan strategi manajemen air dan lumpur didasar
tambak.
8.1. Sampling
8.1.1. Waktu sampling
Ø Waktu
pelaksanaan sampling idealnya pagi hari jam 07.00 atau sore setelah jam 16.00,
kincir dimatikan setengah jam sebelum sampling, diadakan penundaan pemberian
pakan sampai setelah sampling dilakukan dengan tujuan supaya udang tersebar
merata keseluruh areal.
Ø Sampling
dilakukan setiap 7 hari sekali, dan tidak dilakukan pada saat kondisi
moulting massal.
Ø Ukuran
mata jala kecil untuk udang umur 1 – 2 bulan dan ukuran mata jala normal rantai
timbal yang berat (3 kg) untuk umur udang lebih dari 2 bulan.
Ø Sampling
pertama sebaiknya dilakukan pada saat udang umur 1 bulan (tebar tokolan), umur
1,5 bulan (tebar PL 12).
8.1.2. Lokasi
sampling
·
Frekuensi penjalaan dilakukan beberapa kali sehingga luas
penjalaan mencakup 2% - 4% luas tambak 7;3
·
Agar mewakili penjalaan dilakukan didepan dan dibelakang
kincir,
·
Kepadatan udang/m2
di kali dengan faktor koreksi
sebesar 0.7 hingga 0,8.
8.1.3. Teknik perhitungan
·
Menentukan luas jala didarat (3,14 x r2),
bila timahnya berat dikurangi 20%, contoh bila didarat 6 m2,
maka luas basah adalah 4,8 – 5 m2, juga perlu dipertimbangkan bila air
lebih dari 1,2 m dengan faktor koreksi 25%.
·
. Jumlah udang (ekor/m2) dikalikan luas yang dihuni udang, sama dengan populasi.
·
Sebaiknya pelaksanaan penjalaan untuk sampling dilakukan oleh
satu orang dan luas penjalaan harus stabil.
·
Dalam proses sampling teknisi harus memperhatikan luas bukaan
jala pada setiap tebar jala.
·
Jumlah penjalaan untuk masing – masing luas;
i. 3000
m2 – 5000 m2, dilakukan 9 kali penjalaan.
ii. 5000
m2 – 10.000m2, dilakukan > 10 kali penjalaan.
8.1.4.
Teknik perhitungan
·
Menentukan luas jala didarat (3,14 x r2),
bila timahnya berat dikurangi 20%, contoh bila didarat 6 m2,
maka luas basah adalah 4,8 – 5 m2, juga perlu dipertimbangkan bila air
lebih dari 1,2 m dengan faktor koreksi 25%.
·
Sebaiknya pelaksanaan penjalaan untuk sampling dilakukan oleh
satu orang dan luas penjalaan harus stabil.
·
Dalam proses sampling teknisi harus memperhatikan luas bukaan
jala pada setiap tebar jala (Gambar 22).
Catatan :
hasil sampling udang yang
dibawah ukuran standar sebaiknya disortir dan tidak dimasukkan data.
8.1.5.
Pendugaan dan perkiraan biomassa
·
Data hasil sampling dikelompokkan berdasarkan lokasi titik
sampling & hasilnya menentukan homogenitas ukuran populasi.
·
Populasi x ABW (berat rata – rata) = total biomassa
·
Bila ukuran udang terlihat bervariasi, maka udang dipilah berdasarkan
perkiraan ukuran dihitung & ditimbang jumlahnya masing – masing kelompok
dan dihitung prosentasenya karena akan menentukan strategi pemberian pakan
(frekuensi dosis dan ukuran).
8.2.
Penentuan dosis dan frekuensi pakan
Dosis, diet (nomor
pakan), dan frekuensi pemberian pakan dilakukan sesuai dengan umur dan ukuran
udang, seperti tabel 14.
Tabel 14. Pemberian pakan yang disesuaikan dengan umur
dan ukuran udang
Umur Udang (hari)
|
Berat Rata-rata
Udang (gr)
|
Diet Pakan atau
(No. Pakan)
|
Dosis Pakan (%)
|
Frekuensi Pemberian per hari (kali)
|
Respon Udang dalam Anco (jam)
|
1 – 15 16 – 30 31 – 45 45 – 60 61 – 75 76 –
90 91 – 105 106 – 120
|
0,005 – 1,0 1,1 –
2,5 2,6 – 5,0 5,1 – 8,0 8,1 – 14,0 14,1 – 20,0 20,1 – 26,0 26,1 – 30,0
|
I (1) I (1+2) I+II
(2+3) II (3+4) II (3+4) II (4) II+III(4+5) III (5+6)
|
75 – 25 25 – 15 15
– 10 10 – 7 7 – 5 5 – 3 5 – 3 4 – 2
|
2 – 3 2 – 3 3 – 4 3 – 4 4 – 5 4 – 5 4 – 6 4
– 6
|
2,5
– 3,0 2,5 – 3,0 2,0 – 3,0 2,0 – 2,5 1,5 – 2,0 1,5 – 2,0 1,0 – 1,5 1,0 – 1,5
|
Keterangan : Angka Romawi I – III adalah
penomoran untuk “Diet Pakan” (Diet I =Starter, Diet II = Grower, Diet III =
Finisher). Angka 1 s/d 6 adalah merupakan pecahan ukuran pakan dari pihak
pabrik dengan istilah “Nomor Pakan”.
Tabel
15 . Pengaturan diet setelah melihat respon udang di anco
Terlihat
|
Perlakuan
|
Habis
|
Tambah
diet berikutnya 5 %
|
Sisa < 10 %
|
Berikutnya Tetap
|
Sisa 10 –25 %
|
Kurangi
diet berikutnya 10 %
|
Sisa 25 – 30 %
|
Kurangi diet berikutnya 30 %
|
Sisa 50 %
|
Kurangi
diet berikutnya 50 %
|
8.2.1. Pengaturan pemberian pakan
Ø Penghitungan
jumlah pakan bisa dilakukan dengan FCR balik yaitu dengan membagi FCR yang
sudah ditargetkan dengan membagi masing – masing bulan (bulan I – IV).
Ø Pemberian
pakan pada benih yang baru ditebar
dihitung sebagai contoh 100.000 PL X 0,01 gr = 1.000 gr. Untuk tambak yang
gersang (miskin pakan alami) diberikan 100% biomass setiap kali makan (1 kg).
Untuk tambak yang kaya akan zooplankton pemberian 50% biomass.
Ø Cara
pemberian pakan, pada bulan awal pemeliharaan pakan dalam bentuk crumble, maka
perlu dibasahi sedikit agar tidak
tertiup angin, serta mudah tenggelam ke dalam air.
Pemberian pakan dapat ditambahkan atau
dikurangi dari pakan yang seharusnya apabila berada pada kondisi sebagai berikut :
Ø 5 –
7 hari menjelang purnama pakan ditambah 10%.
Ø Pada
saat purnama atau kondisi moulting massal yang ditandai
dengan banyaknya cangkang yang ditemui dipermukaan air atau di ancho, maka
pakan dikurangi sebanyak 10 - 20%.
Ø Pada
saat suhu kurang dari 250 C (pada kondisi dini hari/musim bediding sekitar Juli –
September di pulau Jawa) pakan dikurangi
30%.
Ø Penurunan
kualitas air seperti : pH lebih dari 8,9; alkalinitas kurang dari 100 ppm;
oksigen kurang dari 2,5 ppm pakan diberikan sesuai dengan laju konsumsi di anco
dan aktivitas udang mencari pakan disepanjang pematang (Tabel 13).
Bila didapati kelompok ukuran udang yang
berbeda pada bulan kedua atau ketiga, udang besar diberi pakan sesuai dengan
prosentase populasinya, setengah jam kemudian diberikan untuk porsi udang yang
kecil. Cara kedua pakan dibagi atas porsi masing–masing ukuran dan diberikan
serentak.
8.2.2. Istilah pada perhitungan populasi dan pertumbuhan
a.
Pengertian Istilah ABW (Average Body Weight)---Adalah berat rata-rata
udang hasil sampling ABW (gram/
ekor) = berat udang satu jala : jumlah udang satu jala ADG (Average
Daily Gain)---Adalah pertambahan berat-rata-rata harian yang biasanya dihitung
setiap 10 hari ADG (gram/ekor/hari)
= (ABW sekarang - ABW 10 hari
sebelumnya) : 10
1. (Survival
Rate - Kelangsungan Hidup)---Adalah perkiraan tingkat kehidupan udang sekarang
dibandingkan saat penebaran. SR (%) = ((Jumlah populasi/ jala x
luas tambak) : jumlah Penebaran) x 100 %
2.
Tabel isian harian Sebuah papan pencatatan data
harian harus ditulis di papan tulis
putih (White board) dengan isi data yang mencerminkan perkembangan kondisi
tambak minimal hingga 4 hari ke belakang.
Penulisan hendaknya menggunakan
spidol/marker white board hitam atau hijau sedangkan hal-hal kritis seperti DO rendah, temperatur rendah atau
sisa pakan dicatat oleh spidol berwarna
merah.
T g l
|
Nafsu makan di anco
|
Perkiraan Biomas
|
Jumlah pakan
|
Kecerahan (cm)
|
Warna Air/transparansi (cm)
|
pH
|
D.O pagi
|
Temp/ salinitas
|
% ganti air
|
||||||
Jam
|
Sisa
|
Jam
|
Jml
|
T
|
S
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Contoh tabel isian harian
IX. PENENTUAN DAN STRATEGI PANEN
Panen merupakan kegiatan akhir dalam suatu
proses produksi. Keuntungan serta keberhasilan akan ditentukan pada kegiatan
ini. Banyak faktor teknis dan pertimbangan pasar yang harus diperhitungkan
dalam pelaksanaan panen yang akan diuraikan pada petunjuk di bawah INI :
9.1.
Pertimbangan panen
Ada dua pertimbangan
utama dalam menentukan panen, yaitu faktor internal dan eksternal.
Pertimbangan internal
tambak, antara lain :
Ø menurunnya
daya dukung lingkungan
Ø pertumbuhan
udang melambat
Ø adanya
gejala penyakit
Ø masa
pemeliharaan telah mencukupi
Pertimbangan
eksternal, antara lain :
Ø Faktor
keamanan
Ø Musim/cuaca
Ø Harga
pasar
Ø Kondisi
pasang surut
Ø Kualitas
air pasok tidak mendukung
Ø Adanya
wabah penyakit di sekitar tambak
9.2.
Penentuan waktu panen
Panen sebaiknya dilakukan pada malam hari
agar udang yang dipanen tidak cepat rusak karena suhu tinggi. Sebagai
konsekuensinya sarana penerangan harus disediakan dalam jumlah yang cukup.
Apabila konstruksi tambak ideal, dan sarana panen mencukupi maka panen dapat
dilakukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
Pemanenan
juga harus memperhatikan cuaca dan
periode bulan. Pada musim hujan atau
bulan purnama banyak udang yang berganti kulit/molting sehingga harus
dipertimbangkan agar harga udang dapat dijual dengan harga maksimal. Pemanenan
setelah musim udang molting adalah yang terbaik.
9.3. Strategi
pelaksanaan
a. Mengurangi
udang molting
Ø Pergantian
air dalam jumlah diatas normal maksimum dilakukan 3 hari sebelum panen.
Ø Bila
didapati banyak udang molting (> 5%),
maka semalam sebelum panen tambak diberi
kapur, sebanyak 2 ppm, bisa diulangi dengan dosis yang sama 5 jam
sebelum panen bila kondisi udang masih banyak yang lunak. Dengan cara ini kulit
udang akan cepat mengeras.
b.
Teknik sampling untuk panen
Ø Untuk
mendapatkan taksiran ukuran udang yang mendekati sebenarnya, maka sampling
dilakukan 1 jam sebelum pemberian pakan
Ø Keseragaman
ukuran udang pada saat panen dapat dilakukan dengan sortasi terhadap udang
kecil (undersize), 1.5 bulan sebelumnya melalui penjalaan berkali-kali.
c.
Teknik panen
Panen harus dilakukan
secepat mungkin dengan perhitungan sarana telah tersedia dalam jumlah yang
cukup diantaranya :
Ø Pintu
air yang dapat dipasangi jaring kantung panen
Ø Pagar
bambu (kerei) rapat sebagai pencegah lolosnya udang
Ø Pompa
bantu untuk mempercepat pengeringan tambak
Ø Wadah
pencucian udang secara cepat
Ø Wadah
pendinginan 500 liter berisi es sehingga udang mati pada suhu tubuh 5o C.
Air diturunkan hingga tinggal 50 %, selanjutnya saringan kantung dipasang di luar
pintu air. Agar arus air tidak terlalu deras, perbedaan air di dalam dan saluran diusahakan maksimum hanya 40 cm sehingga udang tidak rusak.
Beberapa tambak sulit dikeringkan secara
gravitasi. Untuk tambak seperti ini
dapat dilakukan penjalaan pada daerah yang jauh dari pintu air panen pada saat
air tambak tinggal 30 cm (Gambar 24). Kemudian, perlu diusahakan agar udang
dapat mengumpul disekitar pintu. Mengoperasikan jaring angkat/branjang (lift
net) dapat membantu mempercepat pemanenan.
d. Cara
penjualan
Ø
Dijual langsung ke cold storage
Ø Dijual
dengan sistem lelang
e.
Pasca panen
Udang akan
berkualitas baik di tangan konsumen akhir apabila sejak panen ditangani dengan teknik yang standar, antara lain:
Ø Mengangkut
udang dari tambak secepatnya untuk
dibersihkan
Ø Membilas
udang dengan air bersih
Ø Mematikan
udang dengan air es (es curah) pada suhu 10o C selama 3 – 5 menit
Ø
Memilah udang berdasaran ukuran dan kualitas (Gambar 25)
Ø Segera
menimbang udang
Ø Memberi
es pada udang yang telah dipilah dengan berselang masingmasing setebal 10 cm.
Dengan
cara di atas, penurunan kualitas dan
rasa udang hampir tidak terjadi dan pembeli di luar negeri akan menghargainya
dengan memberi harga lebih tinggi.
X.
ANALISA USAHA UDANG WINDU
Analisa usaha secara
sederhana untuk usaha budidaya udang windu dengan teknologi intensif dapat
dilihat pada tabel 16 berikut ini.
Tabel 16.
Analisa Usaha Budidaya Udang Windu Teknologi Intensif
No.
|
Komponen
|
Jumlah
|
Nilai Satuan
|
Harga/Unit (Rp.)
|
Jumlah (Rp.)
|
I
|
Investasi
|
|
|
|
|
|
Sewa tambak (1,5 ha/th)
|
1,5
|
ha
|
3.000.000,-
|
4.500.000,-
|
|
Pompa
6” lengkap
|
2
|
unit
|
4.500.000,-
|
9.000.000.
|
|
Kincir berangkai
|
2
|
unit
|
6.000.000,-
|
12.000.000,-
|
|
Peralatan
lapangan (jala, ember dll)
|
1
|
paket
|
1.000.000,-
|
1.000.000,-
|
|
Perbaikan konstruksi tambak
|
1,5
|
hektar
|
2.000.000,-
|
3.000.000,
|
|
Jumlah I
|
|
|
|
29.500.000,
|
|
|
|
|
|
|
II
|
Biaya
Operasional/siklus (5 bulan)
|
|
|
|
|
a.
|
Biaya tetap
|
|
|
|
|
|
Sewa
tambak (1 ha/siklus)
|
|
|
|
2.250.000,
|
|
Penyusutan pompa (10%/siklus)
|
|
|
|
1.700.000,
|
|
Penyusutan kincir (10%/siklus)
|
|
|
|
2.500.000,
|
|
Penyusutan peralatan lapangan (25%/siklus)
|
|
|
|
250.000,
|
|
Penyusutan kontruksi tambak (25%/siklus)
|
|
|
|
750.000,-
|
|
Jumlah II a
|
|
|
|
7.450.000,
|
|
|
|
|
|
|
b
|
Biaya tidak tetap (biaya variabel)
|
|
|
|
|
|
Persiapan lahan
|
1,5
|
ha
|
1.000.000,-
|
1.500.000,
|
|
Benih
|
300.000
|
ekor
|
35,-
|
10.500.000,
|
|
Pakan
|
7.000
|
kg
|
9.200,-
|
64.400.000,
|
|
Probiotik
|
200
|
liter
|
40.000,-
|
8.000.000,
|
|
Kaporit
|
70
|
galon
|
135.000,-
|
9.450.000,
|
|
Inokulan plankton
|
20
|
ton
|
35.000,-
|
700.000,-
|
|
Pupuk
an organik
|
200
|
kg
|
1.600,-
|
320.000,
|
|
Kapur
|
2.000
|
kg
|
450,-
|
900.000,
|
|
BBM
(kincir, pompa dll)
|
5.000
|
liter
|
5.000,-
|
25.000.000,-
|
|
Tenaga kerja (2 x 5 orang)
|
10
|
OB
|
750.000,-
|
7.500.000,
|
|
Biaya panen
|
2
|
unit
|
1.000.000,-
|
2.000.000,-
|
|
Jumlah II b
|
|
|
|
130.270.000,
|
|
Total biaya operasional (IIa+IIb)
|
|
|
|
|
|
Per siklus (5 bulan)
|
|
|
|
130.270.000,
|
|
Per
tahun (2 siklus)
|
|
|
|
260.540.000,
|
III
|
Produksi
|
|
|
|
|
Kelangsungan
hidup 65% ukuran panen 35 gram/ekor, harga jual Rp. 50.000,-/kg, produksi 2
kali pertahun
|
|
|
|
|
Pendapatan dari produksi :
|
|
|
|
|
65%
x 300.000 ekor x 25 gram (persiklus)
|
4.875 kg
|
50.000,-
|
243.750.000,
|
|
Per tahun 2 siklus
|
9.750 kg
|
50.000,-
|
487.500.000,
|
|
|
|
|
|
IV
|
Suku bunga investasi per tahun
|
20
|
%
|
5.900.000,
|
V
|
Keuntungan
bersih sebelum pajak
|
|
|
|
|
Per
hektar/sikuls
|
|
|
113.480.000,
|
|
Per
hektar/tahun (2 siklus)
|
|
|
226.960.000,
|
VI
|
Rentabililitas ekonomi
|
|
|
78%
|
VII
|
B/C
Ratio
|
|
|
1.87
|
VIII
|
Pay back periode(tahun)
|
|
|
1.2
|
Keterangan :
Dinilai dari rentabilitas
ekonomi (78% > 20%) dan B/C ratio (1,87 > 1), maka usaha budidaya udang windu intensif layak dilakukan. Tentu
saja harus menerapkan seluruh standar prosedur yang dipersyaratkan.
Sumber Tulisan:
Buku PENERAPAN
BEST MANAGEMENT PRACTICES (BMP)
PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon
Fabricius) INTENSIF
Departemen Kelautan dan Perikanan
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau
Jepara 2007
Dowload Pdf Budidaya Udang Windu Intensif
Kembali ke Budidaya Udang Windu Intensif Bagian 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar